Friday, April 25, 2025
home_banner_first
HUKUM

Akademisi USI Tanggapi Kasus Pemukulan oleh Anggota DPRD Siantar

journalist-avatar-top
Selasa, 15 April 2025 20.32
akademisi_usi_tanggapi_kasus_pemukulan_oleh_anggota_dprd_siantar

Akademisi Hukum dari USI, Dr Muldri Pasaribu (f:dok/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Dugaan pemukulan yang dilakukan anggota DPRD Kota Pematangsiantar, Robin Manurung masih terus bergulir.

Belakangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi Universitas Simalungun (USI) membuat pengaduan ke Badan Kehormatan Dewan (BKD).

Akademisi Universitas Simalungun (USI), Dr Muldri Pasaribu menanggapi kasus tersebut.

Ia menyebut, jika benar tindakan yang dilakukan Robin saat unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) TNI, itu dapat dikategorikan menghalangi penyampaian pendapat di muka umum yang merupakan kejahatan.

Wakil Direktur Pascasarjana USI itu mengatakan, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak setiap warga negara, diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Pada pasal 18 disebut ancaman hukuman pidana, jika menghalangi.

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

"Pada Pasal 2 disebutkan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan," kata Muldri, Selasa (15/4/2025).

Ia berpendapat, seharusnya mahasiswa terlebih dahulu membawa permasalahan tersebut ke ranah hukum, bukan BKD yang memproses pelanggaran etik. Dikatakannya, proses etik baru bisa diambil jika hukum tidak lagi mampu.

Sebab lanjut dia, penyelesaian secara etika tidak memiliki patron jelas dibandingkan hukum. Apalagi dugaan pemukulan itu dilakukan wakil rakyat, yang seharusnya lebih pro ke mahasiswa.

Jika lebih memilih jalur BKD, Muldri menyebut mahasiswa harus terima jika nantinya sanksi hanya berupa teguran.

"Mahasiswa itu maunya seperti apa. Kalau mau secara hukum, lakukanlah!" ujarnya.

Meski memiliki proses panjang, kemungkinan dijatuhi pidana kepada anggota dewan masih terbuka. Sebab di mata hukum tidak memandang status ataupun golongan seseorang melainkan sama rata.

"Bukan tidak mungkin kan? Itu bukan hal mustahil, dan siapapun bisa dihukum," ujarnya.

Dalam konteks penyampaian pendapat, Muldri bahkan menyebut merupakan pelanggaran hak asasi, yang masuk pelanggaran berat.

"Konstitusi yang menjamin itu," ucap Muldri. (gideon/hm27)

REPORTER:

RELATED ARTICLES