Monday, April 7, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Tarif AS Picu Gejolak Pasar Keuangan Indonesia

journalist-avatar-top
Minggu, 6 April 2025 16.50
tarif_as_picu_gejolak_pasar_keuangan_indonesia

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menaikkan tarif dasar dan bea masuk pada banyak mitra dagang.(f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Amerika Serikat (AS) menetapkan reciprocal tariff atau kenaikan tarif pada semua negara. AS menilai, Indonesia telah mengenakan tarif barang Negara Paman Sam sebesar 64 persen.

Kenaikan tarif tersebut menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Pengamat Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menyampaikan bahwa sepekan terakhir kondisi pasar keuangan di Asia maupun global, ditransaksikan di zona merah.

"Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Rupiah diprediksi akan mengalami nasib yang sama saat pasar keuangan dibuka 8 April 2025," katanya, Minggu (6/4/2025).

Menurutnya, IHSG berpeluang turun dengan koreksi yang signifikan. Meskipun besar koreksinya, namun masih akan sulit diproyeksikan. Sementara itu, Rupiah justru mendapat kabar positif dari lemahnya imbal hasil US Treasury 10 tahun berkisar 4 persen.

"Penurunan imbal hasil tidak akan mampu berbuat banyak untuk selamatkan kinerja Rupiah. Karena, pasar akan menilai dampak kenaikan tarif terhadap lemahnya kemampuan Indonesia dalam ekspor," ucapnya.

Sambungnya, kenaikan tarif impor ini jelas akan membuat ekspor Indonesia berpeluang turun. Potensi penurunan kinerja ekspor di Indonesia bukan hanya ekspor dengan AS, tapi seluruh negara tujuan.

"Sejauh ini, AS belum menunjukkan perubahan sikap dan tetap memberlakukan kenaikan tarif. Meski Donald Trump masih membuka ruang negosiasi, pejabat gedung putih justru menekankan kebijakan ini tetap berlaku tanpa negosiasi," ujarnya.

Gunawan menyampaikan, untuk meredam dampak kenaikan tarif pada gejolak pasar keuangan, pemerintah sebaiknya memberikan sikap mendinginkan situasi.

"Seperti menunda menetapkan undang-undang yang berpotensi memicu resistensi masyarakat, melakukan negosiasi ke AS, dan evaluasi kebijakan penghematan anggaran yang dinilai kontradiktif dengan upaya pemulihan daya beli," tuturnya.

Kemudian, Gunawan juga mengatakan, pemerintah disarankan untuk tidak merespon kebijakan kenaikan tarif AS dengan menaikkan harga barang.

"Jika merespons, maka akan memperkeruh suasana. Itu juga kebijakan jangka pendek yang dibutuhkan. Serta mendorong pemerintah pro-aktif memperbaiki iklim investasi dan mendorong hilirisasi industri pengolahan komoditas," katanya. (amita/hm16)

REPORTER:

RELATED ARTICLES