Thursday, March 13, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Likuiditas Super Longgar, Pengusaha Masih Bisa Mendapat Kucuran Kredit

journalist-avatar-top
Selasa, 29 Juni 2021 08.56
likuiditas_super_longgar_pengusaha_masih_bisa_mendapat_kucuran_kredit

likuiditas super longgar pengusaha masih bisa mendapat kucuran kredit

news_banner

Jakarta,MISTAR.ID

Di tengah tersendatnya kembali pemulihan ekonomi akibat lonjakan kasus Covid-19, para pengusaha di Tanah Air masih bisa menjaga asa. Dalam kondisi likuiditas perbankan yang tetap longgar, para pengusaha masih bisa mendapatkan kucuran kredit untuk memutar kembali bisnisnya.

Likuiditas perbankan tetap longgar karena Bank Indonesia (BI) menerapkan kebijakan moneter yang akomodatif. Tahun ini, hingga 15 Juni 2021, BI telah menambah likuiditas (quantitative easing/QE) di perbankan sebesar Rp 94,03 triliun. Tahun lalu, QE yang dipompakan BI mencapai Rp 726,57 triliun.

Selain menambah likuiditas ke perbankan, BI menerapkan rezim bunga rendah. Selama lima bulan berturut-turut, Bank Sentral menahan suku bunga acuan, BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR), di level 3,5% setelah menurunkannya 25 bps pada awal tahun. Posisi BI7DRR saat ini merupakan level terendah sepanjang sejarah. Alhasil, likuiditas perbankan di dalam negeri kini sangat longgar.

Baca Juga: Emiten Raksasa Makin Pede Masuk Pasar Modal

Kondisi likuiditas perbankan yang super longgar tercermin pada rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,71% dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,71% pada Mei 2021 secara tahunan (year on year/yoy). Likuiditas perekonomian juga meningkat, ditunjukkan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing 12,6% dan 8,1% (yoy).

Kebijakan BI selaras dengan kebijakan pemerintah yang terus mengakselerasi pemulihan ekonomi melalui program Penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Tahun ini, anggaran program PC-PEN dialokasikan sebesar Rp 699,43 triliun, naik 20,63% dari realisasi program PC-PEN 2020 yang mencapai Rp579,8 triliun.

Baca Juga: Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Meningkat 10,94 Persen

Kebijakan BI dan pemerintah ditopang kebijakan restrukturisasi kredit perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sampai April 2021, total outstanding restrukturisasi kredit mencapai Rp 775,3 triliun milik 5,29 juta debitur.

Mereka terdiri atas 3,71 juta debitur usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan nilai restrukturisasi Rp 299,1 triliun dan 1, 58 juta debitur non-UMKM senilai Rp 476,2 triliun.

Pelan namun pasti, kebijakan BI, pemerintah, dan OJK mulai membuahkan hasil. Kredit perbankan pada Mei 2021 membaik, meski masih terkontraksi. Penyaluran kredit pada Mei 2021 mencapai Rp 5.512,2 triliun (outstanding), terkontraksi 1,3% (yoy), tidak sedalam kontraksi April 2021 yang mencapai 2,4% (yoy).

Baca Juga: Teten Dorong Lahirnya Wirausaha Baru Lewat Koperasi

Yang cukup melegakan, penyaluran kredit perbankan kepada debitur korporasi menunjukkan tanda-tanda pulih, dari minus 5,6% (yoy) pada April 2021 menjadi minus 4,6% (yoy) pada Mei 2021. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja (KMK) juga membaik dari minus 3,8% pada April 2021 (yoy) menjadi minus 1,9% pada Mei (yoy).

Tak kalah melegakan adalah kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penyaluran kredit kepada UMKM per Mei 2021 mulai tumbuh positif sebesar 0,5% (yoy) menjadi Rp 1.024,4 triliun setelah negatif selama empat bulan berturut-turut. Di antara kredit UMKM, hanya kredit usaha mikro yang masih terkontraksi.

Lebih dari itu, kredit modal kerja dan kredit investasi di kalangan UMKM juga membaik. Penyaluran kredit modal kerja UMKM meningkat 3% (yoy) menjadi Rp 760 triliun, lebih tinggi dari April yang hanya tumbuh 1,8% (yoy). Kredit investasi masih terkoreksi 6,2% (yoy) senilai Rp 264,4 triliun, namun lebih baik dari bulan sebelumnya yang terkoreksi 6,5% (yoy).

Baca Juga: Citigroup Pamit dari Bisnis Ritel Banking Indonesia

Meski kinerja penyaluran kredit membaik, kita harus mengakui bahwa perbaikannya belum betul-betul signifikan. Ekspansi likuiditas, program PC-PEN, dan restrukturiasi kredit belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penyebabnya tiada lain velositas (kecepatan perputaran uang dalam perekonomian) yang menurun seiring belum kuatnya permintaan domestik.

Kita sepakat bahwa dalam kondisi permintaan domestik yang masih lemah, sebesar apa pun likuiditas diguyurkan, jika tidak terserap, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal. Sepanjang konsumsi domestik masih terpuruk, suku bunga serendah apa pun tetap sulit mendongkrak kredit.

Baca Juga: Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Meningkat 10,94 Persen

Bisa dipahami jika dana-dana perbankan saat ini banyak diparkir di surat berharga negara (SBN) alih-alih dikucurkan sebagai kredit kepada sektor riil.

Dari awal Januari hingga 25 Juni 2021, dana perbankan yang diinvestaskan di SBN bertambah Rp 349 triliun, dari Rp 1.106 triliun menjadi Rp 1.455 triliun. Situasi ini mengindikasikan tumpulnya fungsi intermediasi perbankan.

Berkaca pada variabel-variabel tersebut, kita mendorong pemerintah, BI, dan OJK mencari formula terbaik untuk meningkatkan permintaan domestik. Kita percaya konsumsi domestik hanya bisa meningkat jika roda ekonomi tetap bergulir.

Itu artinya, pembatasan mobilitas masyarakat, termasuk lewat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, harus segera diakhiri. Artinya pula, pemerintah harus lebih gigih menanggulangi penularan Covid-19.

Kita prihatin melihat masyarakat kian abai terhadap protokol kesehatan. Lebih prihatin lagi saat melihat aparat semakin kendur menangani penyebaran Covid.

Penanggulangan Covid dari tingkat rukun tetangga (RT) yang digaungkan Presiden Jokowi belum terimplementasikan dengan baik di lapangan.

Padahal, selama kasus Covid terus meningkat, pembatasan mobilitas masyarakat akan terus diterapkan. Selama mobilitas masyarakat dibatasi, jangan harap ekonomi akan bertumbuh. Target pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 4,5-5,3% tak akan tercapai jika kebijakan ‘gas’ (melonggarkan mobilitas) dan ‘rem’ (memperketat mobilitas) terus-menerus diterapkan. Roda ekonomi hanya akan berputar di tempat.(BeritaSatu/hm13.

REPORTER:

RELATED ARTICLES