Monday, January 13, 2025
logo-mistar
Union
EDUKASI

Mendikdasmen Kaji Buka Sekolah Khusus Korban Pelecehan Seksual, Ini Kata Pengamat

journalist-avatar-top
By
Wednesday, November 13, 2024 20:49
0
mendikdasmen_kaji_buka_sekolah_khusus_korban_pelecehan_seksual_ini_kata_pengamat

Mendikdasmen Kaji Buka Sekolah Khusus Korban Pelecehan Seksual Ini Kata Pengamat

Indocafe

Medan, MISTAR.ID

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah melakukan kajian untuk membuka sekolah khusus bagi korban pelecehan seksual. “Pertama adalah beban karena dia sudah dikeluarkan dari sekolah dan kedua adalah beban dia juga punya masalah dengan apa yang terjadi pada dirinya,” kata Mendikdasmen Abdul Mu’ti belum lama ini.

Menanggapi wacana tersebut, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Sri Ngayomi Yudha Wastuti, mengungkapkan program ini patut diapresiasi. “Ini sudah menunjukkan bahwa ada kepedulian dari Kementerian Pendidikan terhadap masalah siswa yang menjadi korban kekerasan seksual,” tuturnya ketika ditemui Mistar di Kampus UMSU, Rabu (13/11/24).

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) itu menjelaskan, sekolah khusus ini dibutuhkan karena dampak psikologis yang dialami korban pelecehan seksual memang cukup besar.

“Ada rasa malu, rentan mendapat bully dari teman-teman dan lingkungan sekolah, lalu konsentrasi belajar menurun. Fokusnya tidak lagi pada pembelajaran melainkan pada permasalahan sendiri,” tuturnya.

Sebagai korban pelecehan atau kekersan seksual, mereka tidak bisa belajar dengan nyaman dan aman. “Sehingga tidak mendapat pembelajaran yang maksimal,” jelasnya.

Meski begitu, Sri menilai sekolah khusus ini tidak harus menjadi permanen dan para korban harus mendapat perhatian lebih. “Kalau dia harus masuk sekolah khusus tersebut, akhirnya dia tidak akan keluar dari permasalahan. Kalau menurut saya bisa dibuat sekolah khusus tapi tidak permanen,” jelasnya.

Baca Juga : Tekan Lakalantas, Polda Sumut Gencar Edukasi Masyarakat pada Operasi Zebra Toba 2024

Sri berpendapat sekolah tersebut hanya sebagai media untuk pengobatan psikologis. “Diperuntukkan apabila siswa yang mengalami kekerasan seksual. Dalam masa itulah anak-anak belum bisa masuk sekolah dengan berbagai macam alasan. Nah mereka masuk ke sekolah itu dulu, setelah selesai pemulihan bisa kembali ke sekolah umum,” jelasnya.

“Jadi di sekolah itu, ada guru, BK, psikolog, psikiater, dokter, dan bagian hukum yang akan membantu terkait informasi hukum. Karena mereka harus tau juga legalitasnya,” jelasnya.

Mempermanenkan sekolah ini, menurut Sri, membuat para siswa akhirnya berada di kelompok homogen. “Sementara pendidikan kita dengan pendidikan Merdeka Belajar, kita mau mencapai profil pelajar Pancasila. Mereka tidak ada mendapat keberagaman itu,” jelasnya.

Ia pun menjelaskan bahwa mereka (korban) harus kembali ke masyarakat untuk menjalani kehidupan yang sebenarnya. “Dia harus diajarkan untuk menerima kondisi yang dialami kemudian dapat menyesuaikan dengan kondisi dia berada. Kalau terus-terusan di situ dia harus belajar untuk keluar dari masalahnya,” tuturnya.

journalist-avatar-bottomSyahrial Siregar