Hariara Berasal dari Alu, Rantingnya Jangan Diambil
Hariara Berasal Dari Alu Rantingnya Jangan Diambil
Toba, MISTAR.ID
Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memiliki segudang legenda cerita rakyat yang sulit dicerna secara nalar, melalui ilmu pengetahuan dan sangat layak dan berpotensi untuk dijadikan spot wisata budaya kehidupan masyarakat Batak ratusan tahun sebelumnya serta pantas dilestarikan pemerintah dan masyarakat sekitar untuk menghargai warisan leluhur.
Legenda pohon hariara (ficus drupacea) disebut juga pohon ara pencekik konon ratusan tahun lalu yang berada di Desa Parbagasan Janji Matogu, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba, katanya berasal dari alu yang ditancapkan. Lama kelamaan tumbuh menjadi sebatang pohon hingga saat ini mencapai ketinggian sekitar lebih 30 meter dan diameter batangnya mencapai 5 meter, salah satu pohon raksasa di kawasan Danau Toba.
Oppu Paltak boru Sibuea (Ny. Manurung) berumur sekitar 85 tahun, yang selalu merawat lokasi sekitaran pohon hariara tersebut saat ditemui mistar.id, Sabtu (23/12/2023), mengisahkan awal terjadinya pohon tersebut yang dituturkan sejak turun – temurun merupakan tempat paling sakral bagi marga Manurung di desa tersebut.
Kala itu, leluhur mereka yang bernama Guru Martonja Manurung sempat menghindar dari musuh dan pergi menimba ilmu (berguru kesaktian) ke daerah Batang Toru, Tapanuli Selatan karena kekuatan musuhnya tidak dapat tertandingi.
Baca juga: Kodim 0212/Tapsel Gelar Penghijauan Penanaman Pohon
“Tetapi sebelum berangkat Guru Martonja berpesan kepada istrinya, dia telah menancapkan alu ke tanah, apabila alu yang tertancap tersebut tumbuh menjadi sebatang pohon, maka di lokasi pelariannya menuntut kesaktian dia dalam keadaan sehat dan masih hidup, namun jika tidak maka sebaliknya,” katanya mengisahkan.
Lanjut si nenek, seiring waktu alu tersebut tumbuh dan bertunas dengan suburnya menjadi pohon hariara yang tumbuh kokoh di gerbang masuk perkampungan yang dihuni leluhur kami Martonja Manurung dan generasinya hingga saat ini.
Tidak hanya tumbuh besar menjadi pohon raksasa, terjadi keganjilan dan hal yang mustahil untuk dipikirkan dengan akal sehat manusia jika dahan atau ranting yang jatuh diambil dan dimanfaatkan. Masyarakat percaya, rumah mereka yang mengambil rantingnya akan disatroni seekor ular.
“Jangan coba – coba untuk memanfaatkan dahan yang jatuh menjadi kayu bakar, maupun membawanya ke rumah untuk memasak jika tidak ingin rumahnya ditunggui ular. Dimana ular tersebut akan selalu berada di depan pintu rumah,” ujarnya mengingatkan.
Baca juga: Pohon Besar Tumbang Timpa Rumah Warga di Jalan Makolan Binjai
“Ular bisa pergi setelah abu sisa pembakaran dipulangkan kembali ke Pohon Hariara. Ini merupakan teguran untuk tidak memanfaatkan dahan Hariara menjadi kayu bakar. Sebab, masih banyak dahan dan ranting pohon lain yang bisa dimanfaatkan,” tutur Nenek Oppu Pallak.
Dirinya mewanti – wanti kepada setiap orang dan keturunan Oppu Martonja bahwa mitos ini tidak main – main dan isapan jempol belaka, jangan pernah mencoba mengambil dahan dan rantingnya sebagai bahan bakar jika tidak ingin rumahnya dikunjungi ular.
“Harapan saya kepada generasi muda, khususnya keturunan leluhur kami untuk melestarikan situs histori sejarah budaya. Perhatian dari pemerintah juga dibutuhkan. Saat ini kemampuan saya hanya bisa membersihkan sekitar lokasi tumbuhnya Pohon Hariara,” pungkas Oppu Pallak. (Nimrot/hm20)
PREVIOUS ARTICLE
RPJPD Tapanuli Utara Masih Butuh MasukanNEXT ARTICLE
Gibran Bantah Tiru Gaya Debat Ayahnya