Online Shop Kian Marak, Sejumlah Pedagang di Siantar Menjerit Terlilit Utang dan Gulung Tikar
Online Shop Kian Marak Sejumlah Pedagang Di Siantar Menjerit Terlilit Utang Dan Gulung Tikar
Maraknya perdagangan melalui platform media sosial atau yang biasa dikenal dengan online shop ternyata sangat berdampak buruk bagi para pedagang konvensional atau yang berdagang di dalam kios atau pun toko.
Lidya, salah seorang pedagang kain atau pakaian di Pasar Horas Jaya Kota Pematang Siantar, mengaku terpuruk dengan keberadaan atau perkembangan penjualan barang melalui media sosial atau online shop, terutama aplikasi Tik Tok.
Menurutnya, sejak online shop berkembang pesat, penjualan sejumlah pedagang di Pasar Horas terasa sepi, bahkan omset yang didapat drastis mengalami penurunan.
Lidya yang sudah berdagang di Pasar Horas Jaya selama 15 Tahun itu, mengaku harus “gali dan tutup lobang” dalam memutar keuangan agar biaya modal dan produksi dagangannya dapat terjaga.
Diakuinya, selisih harga barang dagangannya dengan yang ada di aplikasi Tik Tok berbeda cukup signifikan, dan itu membuat para pengunjung atau konsumen selalu membandingkan harga.
“Penyebabnya situasi sekarang, di Tik Tok bertabur jualan murah. Harga kita kalah jauh” ucap Lidya saat dijumpai Mistar.id di Gedung Satu, Pasar Horas Jaya Kota Pematang Siantar, Kamis (21/9/23).
Dia menyebutkan, kebanyakan konsumen saat ini hanya melihat dari segi harga, tanpa terlalu memperhatikan kualitas barang yang dijual.
Padahal, kata Lidya, para pedagang di Pasar Horas selalu memperhatikan kualitas barang yang dijualnya, sehingga mengikuti dengan harga itu sendiri.
“Mereka hanya melihat murahnya saja, mana ada melihat kualitas barang itu, ada yang murah, itu yang mereka ambil” keluh Lidya.
Menurut Lidya, online shop sangat memukul para pedagang yang ada di Pasar Horas, sampai-sampai banyak pedagang yang harus ganti profesi. Ia sendiri harus kerja sendiri, yang sebelumnya memiliki 6 karyawan.
“Dampak nya besar sekali, ini saja langsung saya yang turun, karena tidak sanggup lagi membayar karyawan” ucap pedagang pakaian distro tersebut seraya menceritakan keinginannya terjun ke dunia online shop. Hanya saja dibatasi oleh minimnya pemahaman.
Bukan saja di pasar tradisional, pedagang di pasar modern Siantar Plaza juga berdampak dengan perkembangan online shop.
Seorang penjual berbagai macam barang di Siantar Plaza bernama Sela, mengaku semakin hari pengunjung yang datang ke Siantar Plaza semakin berkurang bahkan tergolong sepi. Siantar Plaza hanya ramai pada hari besar atau hari libur.
“Yah dampak online shop juga, paling ramainya hanya hari besar atau hari libur. Kalau sekarang pengunjung hanya 10 sampai 15 orang,” ucap Sela pedagang berbagai macam barang, dari tas, jam tangan, hingga aksesoris dan pernak pernik.
Senada dikeluhkan Manager Pusat Perbelanjaan Siantar Plaza (SP) Helena Hutagaol. Melihat dampak online shop, pihaknya pun harus membantu para pedagang yang ada di Siantar Plaza dengan acara menurunkan harga tarif sewa kios. Dengan demikian, pedagang bisa tetap hidup dan Siantar Plaza tetap berjalan.
“Itulah langkah kita. Kita anjurkan mereka tetap berjualan online, dan untuk tokonya kan bisa menjadi daya tarik sendiri, seperti jaminan untuk calon konsumen” ucap Helena Hutagaol.
Sementara salah satu pengusaha di Siantar Plaza, yang menjual kebutuhan primer menyebut, online shop diyakini belum berpengaruh signifikan. Konsumen untuk barang makanan selalu ada. Masih banyak orang lebih memilih membeli barang makanan secara langsung, bukan melalui aplikasi atau online.
Namun dia mengakui, sejak berjualan dari tahun 2004 di Siantar Plaza, banyak pedagang yang harus pindah atau gulung tikar, akibat perkembangan teknologi, termasuk keberadaan online shop.
Tutupnya usaha pedagang itu pun, sedikit berimbas kepada usaha miliknya, yang dimana Siantar Plaza akan kekurangan pengunjung, yang merupakan calon konsumen di lokasi dagangannya. (roland/hm17)
PREVIOUS ARTICLE
Taksi Terbang Disebut-sebut Jadi Transportasi di IKN