Kehidupan Tunanetra Siantar, Berprofesi Tukang Pijat-Ngamen
Kehidupan Tunanetra Siantar Berprofesi Tukang Pijat Ngamen
Pematang Siantar, MISTAR.
Septiana Pasaribu, anak pasangan tunanetra Ferdinan Pasaribu dan Nurmaida Sihaloho sebelumnya viral usai mendapat predikat cumlaude saat pelepasan wisuda/i Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar.
Septi yang mengambil Prodi Pendidikan Bahasa Inggris ini lulus dengan Indek Prestasi Kumulatif (IPK) 3,78.
Berkaca dari kisah Septiana, tak jarang masyarakat menjadi simpati dengan penyandang tunanetra. Seperti yang diutarakan Brigzone Purba, tunanetra yang saat ini berprofesi sebagai tukang pijat.
Baca juga:KPU Siantar Sediakan Pendamping Tunanetra saat Pemilu
Kepada mistar.id, Brigzone mengungkapkan kebahagiaannya usai kisah Septiana mendapat perhatian dari masyarakat. Orang tua Septiana, kata Brigzone tergabung dalam Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Pematang Siantar.
Saat ini Brigzone menjabat Dewan Pengawas Cabang DPC Pertuni Kota Siantar. Dalam organisasi itu, terdapat setidaknya 20 anggota penyandang tunanetra.
Para anggotanya itu, lanjut Brigzone didominasi berprofesi sebagai pengamen dan tukang pijat. “Seperti saya dan ayahnya Septiana membuka jasa pijat di rumah masing-masing,” katanya, Rabu (10/1/24).
Dalam menjalani profesi sebagai tukang pijat, Brigzone dan kawan-kawan lebih mengandalkan daya ingat, seperti halnya untuk mengetahui nilai uang yang diberikan pasien mereka sebagai upah jasa.
Baca juga:Soal Surat Suara Khusus Pemilu 2024 Bagi Tunanetra, Ramai-ramai Protes Keputusan KPU
Selain itu, Brigzone juga mengungkapkan mendapat kemudahan melalui telepon genggam. Dalam telepon itu, mereka dapat mengunduh suatu aplikasi untuk mengetahui nilai uang. “Tapi saya lebih mengandalkan bentuk dan struktur uang itu ketika diraba,” ucapnya.
Setiap melayani pasien, Brigzone mematok harga Rp 80 ribu dan Rp 100 ribu untuk pelayanan sambang rumah. “Rp 20 ribu itu ongkos saya ke rumah pasien. Biasanya saya naik ojek, karena sudah ada langganan,” ujarnya. “Dalam 1 hari bisa 3 hingga 4 pasien,” tambahnya.
Diceritakan Brigzone, teman-teman yang memilih sebagai pengamen biasanya memilih lokasi di SPBU di Kota Pematang Siantar. Biasanya mereka mengincar lokasi yang banyak pengendara mengisi bahan bakar.
Seperti SPBU Jalan Ahmad Yani, SPBU Jalan Melanthon Siregar dan SPBU Jalan DI Panjaitan. “Namun sekarang pengelola yang di Jalan Ahmad Yani tidak memberikan lagi izin,” ungkapnya.
Baca juga:Voicebox Mudahkan Pengguna Tunanetra Ubah Teks ke Audio
Setiap paginya, teman-teman Brigzone itu ‘berlomba’ untuk mengambil lapak di 2 SPBU tersebut. Jika ada yang keduluan oleh temannya, maka yang lain mencari lokasi lain. “Ya paling mereka ngamen keliling-keliling kota itu lah,” sambungnya.
Setiap harinya, pengamen yang mempertunjukkan suara indahnya di SPBU itu mampu meraup uang hingga Rp 300 ribu per hari. “Namun itu dari pagi sampai malam,” tandasnya.
Brigzone berharap, masyarakat Kota Pematang Siantar semakin menerima kehadiran mereka untuk sama-sama memenuhi kebutuhan hidup. Hingga sampai tiba waktunya, kesejahteraan penyandang tunanetra maupun disabilitas lain setara dengan masyarakat pada umumnya. (gideon/hm16))