Caleg Diminta 'Akamsi' di Dapil, Ahli Contohkan Pemilu di Thailand-AS


Ilustrasi. (f: ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Sejumlah mahasiswa telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat bagi calon anggota legislatif (caleg) agar harus menjadi warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut, atau yang dikenal dengan istilah "akamsi" (anak kampung sini).
Ahli hukum Pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, mengapresiasi gugatan ini. "Permohonan tersebut patut diapresiasi karena berusaha menekankan pentingnya keterhubungan antara caleg dan daerah pemilihan yang mereka wakili," ujar Titi.
Titi kemudian mencontohkan syarat menjadi caleg di Thailand. Di Thailand, meskipun penerapannya lebih lentur, syarat "akamsi" sudah diterapkan.
"Di Thailand, jika seseorang ingin maju menjadi caleg DPR, dalam Section 101 Konstitusi mereka mengatur bahwa caleg DPR harus lahir di Changwat (provinsi) atau dapil tempat ia mencalonkan diri," tutur Titi.
Atau setidaknya caleg tersebut mesti pernah menempuh pendidikan di lembaga pendidikan di daerah ia mencalonkan diri, atau pernah bertugas di dinas resmi di sana, atau namanya tercantum dalam daftar anggota DPR di Changwat tempat ia mencalonkan diri selama masa jabatan berturut-turut paling sedikit lima tahun sebelumnya.
Syarat serupa juga berlaku di Amerika Serikat (AS). Calon anggota DPR di AS harus menjadi penduduk di wilayah tempat ia mencalonkan diri. "Pada Pasal 1 bagian 2 Konstitusi Amerika Serikat, ada ketentuan serupa dengan persyaratan domisili yang menyebutkan bahwa calon anggota DPR AS harus menjadi penduduk negara bagian yang memilihnya pada saat pemilihan," kata Titi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani. Ia menyambut baik gugatan ini. "Menurut saya ini gagasan yang menarik. Ide ini sebetulnya sejalan dengan dorongan agar orang yang dicalonkan oleh partai di pemilu legislatif, tidak boleh tiba-tiba menjadi caleg. Tetapi harus menjadi kader minimal 2 atau 3 tahun sebelum pencalonan," ujar Fadli.
"Jika diselaraskan dengan domisili di dapilnya, ini juga merupakan ketentuan yang penting agar partai politik dapat menjalankan fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik dengan lebih baik," tambahnya.
Gugatan terkait caleg "akamsi" ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari delapan mahasiswa, yaitu Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.
"Keseluruhan pemohon merupakan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Para pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," demikian isi gugatan itu.
Berikut isi Pasal 240 ayat (1) huruf C yang digugat:
(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:
c. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para pemohon meminta pasal tersebut diubah menjadi:
"Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia asli dan harus memenuhi persyaratan:
c. Bertempat tinggal di daerah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)."
Dalam permohonannya, pemohon merasa dirugikan dengan keberadaan pasal yang berlaku saat ini. Mereka berpendapat bahwa pasal tersebut membuka kemungkinan bagi anggota legislatif yang terpilih dalam Pemilu bukan berasal dari dapilnya dan kurang memahami isu lokal di dapil tersebut. (detik/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Microsoft Resmi Tutup Skype Mei 2025