Monday, March 10, 2025
home_banner_first
POLITIK

11 Kader PSI Masuk FOLU Net Sink, Raja Juli Terapkan Nepotisme di Kemenhut?

journalist-avatar-top
By
Jumat, 7 Maret 2025 13.57
11_kader_psi_masuk_folu_net_sink_raja_juli_terapkan_nepotisme_di_kemenhut

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni. (f: ant/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Keputusan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, yang merekrut sebelas kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke dalam Tim Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 mendapat kritik tajam dari pengamat politik Rocky Gerung.

Menurut Rocky, penempatan kader partai dalam jumlah besar di satu kementerian menimbulkan pertanyaan besar terkait tujuan sebenarnya.

Rocky bahkan menyebut bahwa satu-satunya alasan logis di balik kebijakan ini adalah kepentingan politik dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

“Satu-satunya keterangan adalah untuk mencuri, mencuri informasi, membangun jaringan. Itu sudah koruptif sejak dalam pikiran,” kata Rocky melalui kanal YouTube miliknya, Jumat (7/3/2025).

Lebih lanjut, Rocky menyoroti bahwa masuknya kader PSI ke dalam struktur kementerian yang mengelola sumber daya besar, seperti hutan dan kekayaan alam, berpotensi melanggengkan praktik nepotisme.

“Cara menjalankannya betul-betul dinastikal, itu bahkan bisa disebut nepotisme, karena dari partai yang sama menguasai kementerian negara yang sebetulnya di dalamnya ada bisnis besar soal hutan dan sumber daya alam,” kata Rocky.

Rocky juga menyinggung besaran gaji yang kemungkinan diterima oleh tim tersebut, yang diperkirakan mencapai Rp50 juta hingga Rp100 juta per bulan. Menurutnya, kebijakan ini bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang ingin menekan pengeluaran negara.

“Kita membiayai mereka yang tidak dalam kapasitas memahami teknokrasi atau lingkungan. Pak Prabowo ingin ada penghematan, tapi justru APBN mungkin akan membayar gaji mereka dengan nominal besar untuk hal-hal yang sifatnya hanya insentif,” ungkap Rocky.

Rocky pun mengingatkan bahwa praktik semacam ini hanya akan memperburuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang selama ini tak menunjukkan perbaikan signifikan.

Dosen filsafat ini menyebut bahwa fenomena ini memperkuat pandangan masyarakat sipil bahwa Indonesia semakin menjadi "sarang koruptor." “Indeks Persepsi Korupsi kita tidak pernah maju-maju, malah makin memburuk,” tandas Rocky. (rmol/hm24)