Forwakum Sumut Kecam Intimidasi Wartawan saat Meliput di PN Medan


Wartawan Harian Mistar dan Mistar.id, Deddy Irawan, saat melaporkan ke polisi. (f:dok/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Forum Wartawan Hukum (Forwakum) Sumatera Utara (Sumut) mengecam keras tindakan intimidasi yang dilakukan sejumlah orang diduga preman dan Panitera Pengganti (PP) terhadap seorang wartawan saat meliput sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Aris Rinaldi Nasution selaku Ketua Forwakum Sumut menyebut tindakan tersebut bentuk penghalang-halangan kerja jurnalis yang sudah jelas dilindungi undang-undang (UU).
"Tindakan yang dilakukan panitera dan preman ini jelas bertentangan dengan Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 dan dapat diancam dengan pidana penjara sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers," ucapnya dalam siaran pers, Rabu (26/2/2025).
Aris menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan pilar demokrasi dan jurnalis berhak meliput peristiwa publik tanpa ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.
"Kita mengecam keras tindakan yang dilakukan oknum panitera dan preman ini. Ini baru pertama kalinya terjadi di PN Medan," ujarnya.
Ia pun meminta Ketua PN Medan untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik dan melakukan evaluasi terhadap PP yang diduga sudah mengintimidasi wartawan Harian Mistar sekaligus anggota Forwakum Sumut.
Diketahui, sebelumnya seorang wartawan bernama Deddy Irawan mengalami tindakan intimidasi berupa paksaan penghapusan foto persidangan yang dilakukan preman dan PP Sumardi.
Insiden tersebut terjadi ketika Deddy meliput sidang kasus penipuan agensi artis yang menyeret terdakwa Desiska Br. Sihite di Ruang Sidang Cakra 4 PN Medan pada Selasa (25/2/2025) sekitar pukul 15.30 WIB.
Saat sidang yang beragendakan pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa dibuka majelis hakim, Deddy pun mengambil dokumentasi persidangan dengan posisi berdiri.
Setelah itu, Deddy duduk di kursi pengunjung sidang. Beberapa saat kemudian, Deddy dipanggil sekelompok pria tak dikenal diduga preman yang mengawal persidangan tersebut.
Deddy tak langsung merespons panggilan tersebut, karena tengah fokus melakukan peliputan persidangan. Hingga akhirnya, PP Sumardi memanggil Deddy untuk keluar dari ruang sidang dan Deddy pun keluar.
Setelah berada di depan ruang sidang, Deddy langsung dikerumuni sejumlah preman itu. Mereka pun mengintimidasi Deddy dengan berbagai pertanyaan.
Kemudian, pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam sidang itu lantas menanyakan soal izin pengambilan foto, hingga data diri Deddy. Deddy lantas menunjukkan identitas kartu persnya.
Ia menegaskan bahwa dirinya benar-benar seorang wartawan yang biasa melakukan peliputan di PN Medan. Selepas itu, mereka termasuk PP Sumardi memaksa Deddy untuk menghapus foto sidang tersebut karena dianggap ambil foto tanpa izin hakim.
Padahal, sidang sendiri terbuka untuk umum. Tak hanya memaksa untuk menghapus foto, mereka juga sempat merampas gawai milik Deddy dan akhirnya salah dari mereka menghapus foto persidangan tersebut.
Dikarenakan pada saat itu dirinya sendirian melakukan peliputan, Deddy pun tak bisa melawan dan berbuat banyak. Ia hanya bisa pasrah foto liputannya dihapus paksa.
Atas insiden tak mengenakkan tersebut, Deddy pun membuat laporan ke Polrestabes Medan dengan Nomor: LP/B/642/II/2025/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA pada malam harinya. (deddy/hm25)