Thursday, April 24, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Dipecat karena Kekerasan Seksual, Guru Besar UGM Terima Gaji sebagai PNS

journalist-avatar-top
Selasa, 15 April 2025 21.40
dipecat_karena_kekerasan_seksual_guru_besar_ugm_terima_gaji_sebagai_pns

Ilusrasi dosen lakukan pelecehan seksual (f:ist/mistar)

news_banner

Sleman, MISTAR.ID

Ironi mencuat dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Meski telah dipecat sebagai dosen karena terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswinya, Guru Besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto, masih menerima gaji dari negara.

Hal ini dikonfirmasi oleh Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, yang menyatakan Edy hingga kini masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tetap menerima hak keuangannya.

“Dia masih dapat (gaji). Tapi saya tidak tahu detail besarannya,” ujar Andi saat ditemui di UGM, Sleman, Selasa (15/4/2025).

Meski telah diberhentikan sebagai dosen UGM sejak Januari 2025, status PNS Edy belum berubah. Saat ini, pihak kampus sedang memproses pemeriksaan pelanggaran disiplin kepegawaian terhadap Edy, yang hasilnya akan menentukan nasib akhir jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan guru besar.

“Tanpa ada putusan final, kami tidak bisa mencabut hak seseorang begitu saja. Kalau kami lakukan itu, dia bisa gugat balik UGM,” kata Andi.

Menurutnya, kewenangan penentuan status PNS Edy sejatinya berada di tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), namun sejak Maret 2025, pemeriksaan disiplin didelegasikan ke pihak kampus.

Tim pemeriksa internal UGM pun telah dibentuk, terdiri dari unsur atasan langsung, bidang Sumber Daya Manusia (SDM), serta pengawasan internal. Hasil pemeriksaan nantinya akan dijadikan dasar bagi rektor untuk menyampaikan rekomendasi kepada Menteri.

Sebelumnya, Edy telah resmi diberhentikan sebagai dosen berdasarkan Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025. Pemberhentian itu dijatuhkan setelah Komite Pemeriksa bentukan Satgas PPKS UGM menyimpulkan bahwa Edy melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswinya.

Komite menyatakan Edy melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang larangan melakukan tindakan kekerasan seksual dan pelanggaran etika sebagai pendidik.

Namun demikian, sanksi etik tersebut tidak serta-merta menghapus statusnya sebagai PNS, sehingga Edy hingga kini masih menikmati gaji dari negara sebuah kondisi yang menimbulkan sorotan tajam dari publik dan pegiat antikekerasan seksual.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap integritas akademik dan etika profesi masih menerima gaji sebagai abdi negara?

Banyak pihak mendesak Kemendikbudristek dan Kementerian PAN-RB agar bertindak tegas terhadap kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, termasuk dengan mencabut status PNS pelaku yang terbukti bersalah.

“Ini bukan sekadar soal pelanggaran administrasi, ini soal keadilan bagi korban dan integritas lembaga pendidikan,” ujar salah satu aktivis anti kekerasan seksual yang enggan disebut namanya.

Hingga saat ini, publik menanti langkah tegas dari pemerintah dan kampus untuk memastikan bahwa pelaku kekerasan seksual benar-benar mendapatkan sanksi sepadan bukan hanya secara etik, tetapi juga secara struktural sebagai ASN. (cnn/hm17)

REPORTER:

RELATED ARTICLES