Pengamat Sosial: Kebijakan Pelayanan Kesehatan di Medan Tumpang Tindih
Pengamat Sosial Kebijakan Pelayanan Kesehatan Di Medan Tumpang Tindih
Medan, MISTAR.ID
Dalam dimensionalitas sosial banyak indikator yang perlu dilihat dalam berbagai indikator, salah satunya pelayanan kesehatan. Pengamat Sosial menilai pelayanan kesehatan bermula dari evaluasi PP nomor 47 tahun 2016 Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Akademisi FISIP UMSU, Dr Jehan Ridho Izharsyah menyampaikan dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan didirikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
“Maka dalam indikator promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitasi fasilitas diantaranya tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, klinik, rumah sakit, apotek, unit transfusi darah, Laboratorium kesehatan, optikal, merupakan fasilitas yang sangat dan wajib diberikan pemerintah pusat dan daerah sebagai tanggung jawab sosial kesehatan masyarakat,” katanya kepada mistar.id, Kamis (14/3/24).
Baca juga : Kemenkes: UU Kesehatan Berdampak Positif Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Jehan mengatakan menyadari kesehatan ini bukan hanya tanggung jawab dan program kerja kementerian kesehatan saja namun juga menjadi tugas bersama dalam menjaga kesehatan nasional.
“Permasalahan kita sekarang meningkatkan level keilmuan serta penguatan sumber daya yang berkualitas. Maka seharusnya menempatkan SDM yang mumpuni dan terukur kompetensinya. UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan telah mengatur itu. butuh adaptasi yang tinggi dalam memilih serta menempatkan kompetensi itu,” sebutnya.
Baca juga : Pelayanan Kesehatan Dairi Buruk, Komisi III DPR-RI Kritik Bupati
Selain itu, ia berkata sejauh ini aturan kesehatan di Medan sudah sangat baik, akan tetapi pelaksanaan kebijakan yang masih tumpang tinggi.
“Misalkan saja dilematik yang terjadi di negara kita ialah posisi kebijakan itu yang terkadang tidak bertahan lama. Seperti di beberapa daerah berganti pemimpin daerah maka berganti pula kebijakan yang ada. Maka perlunya melakukan pola adopsi serta formulasi kebijakan yang baik tanpa merubah kebijakan yang sudah ada,” tandasnya. (dinda/hm18)