Kuliah Online Masih Berjalan, Sosiolog: Ada Plus Minusnya
Kuliah Online Masih Berjalan Sosiolog Ada Plus Minusnya
Medan, MISTAR.ID
Dua tahun usai pandemi Covid-19, sejumlah kampus masih melaksanakan perkuliahan secara daring (online). Hal tersebut menuai pro kontra, baik dari mahasiswa maupun staf pengajar atau dosen.
Sari (20), mahasiswi jurusan pertanian di salah satu universitas swasta di Kota Medan mengatakan, ia lebih senang jika perkuliahan dilakukan secara tatap muka (luring).
“Kalau perkuliahan secara online kurang bagus menurut ku. Karena jadi gak fokus, bisa jadi ngantuk dan malah ketiduran pun. Boring kali. Kalau tatap muka kan jadi lebih fokus belajarnya dan lebih nangkap materinya,” jelasnya.
Baca juga: Unimed Gelar Kuliah Tatap Muka Pada Februari 2022
Mahasiswi semester dua ini mengakui, saat ini mereka lebih banyak melaksanakan perkuliahan secara online. Perkuliahan tatap muka terhitung hanya tiga kali saja sepanjang semester ini.
“Kami yang kelas karyawan masuk kuliah itu tiga kali dalam seminggu. Tapi di semester dua ini kami masuk kuliah secara tatap muka hanya tiga kali saja. Harapan ku offline lah semua. Supaya bisa lebih fokus, bisa juga bersosialisasi dengan teman-teman di lingkungan kampus,” harapnya.
Sosiolog Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Henry Sitorus Pane, mengatakan bahwa penggunaan aplikasi meeting online seperti Zoom, dan Google Meet bergantung pada kebutuhan.
Lebih lanjut dijelaskannya, baik perkuliahan, ujian, seminar maupun sidang meja hijau di USU lebih didorong secara luring.
“Tetapi ada juga hal-hal yang diperbolehkan dengan daring. Jadi kewajiban kita memang khusus mengajar harus luring,” katanya saat ditemui mistar.id di kampus USU, Selasa (25/6/24).
Di sisi lain, lanjut Henry, dosen juga memiliki banyak aktivitas terkait dengan tugas pokok fungsi (tupoksi).
“Ada riset, ada pengabdian masyarakat, biasanya itu dilakukan di luar kota. Jadi kalau kebetulan kuliahnya bersamaan dengan aktivitas riset itu maka aktivitas perkuliahan dilakukan secara daring,” jelasnya.
Baik secara luring maupun daring, menurut Dosen Sosiologi ini, keduanya memiliki plus minus.
Saat luring, dosen dan mahasiswa dapat berinteraksi secara langsung, mimik, gerak tubuh, hingga intonasi suara yang dapat didengarkan secara langsung.
“Sehingga mungkin si mahasiswa bisa menangkap materi lebih kuat, daya ingatnya lebih kuat. Karena ada objek yang dilihat, didengar dan dirasakan,” sebut Henry.
Selain itu, dalam hal perkuliahan tatap muka, ada interaksi sosial. Di mana mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan atau hal lainnya secara langsung kepada dosen.
Baca juga: UGM Lacak Info Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Tak Tepat Sasaran
“Dan dosen juga bisa menegur jika mahasiswanya kurang intens memperhatikan, misalnya mahasiswa malah sibuk bermain handphone ataupun mengantuk. Jadi ada sisi positifnya di situ yah,” lanjutnya.
Namun sisi lain dalam perkuliahan secara online, menurut Henry, juga menguntungkan bagi dosen dan mahasiswa. Karena kedua pihak dapat melakukan proses belajar mengajar di manapun.
“Karena gadget yang digunakan baik itu handphone dan laptop, itu kan bisa mobile. Selama provider atau sinyal internetnya bagus, masih bisa berlangsung,” jelas dosen yang memperoleh gelar doktoral dari Australian National University ini.
Meski begitu, Henry juga mengakui ada hal-hal yang menjadi kendala saat perkuliahan daring.
“Misalnya susah menangkap. Kemudian aktivitas dari mahasiswa yang tidak kita lihat secara langsung meskipun kita bilang harus on cam, tapi ada saja itu yang tidak on cam,” lanjut alumni FISIP USU tersebut.
Henry kemudian menyarankan agar dalam proses belajar mengajar terutama materi-materi yang sulit dipelajari atau yang berhubungan dengan praktikum agar dilakukan secara tatap muka. (susan/hm17)