Tarif Trump Berdampak ke Produk Farmasi Hingga Krisis Obat


Presiden AA, Donald Trump. (f:reuters/mistar)
Washington, MISTAR.ID
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali mengusulkan kebijakan tarif impor baru. Kali ini menargetkan produk farmasi yang masuk ke Negeri Paman Sam.
Sejumlah pakar kebijakan kesehatan memperingatkan langkah ini bisa memperburuk masalah lama yang dihadapi sistem kesehatan AS, yaitu mahalnya harga obat dan krisis pasokan.
Trump beralasan tarif itu bakal mendorong perusahaan farmasi untuk memindahkan operasional manufaktur mereka ke dalam negeri.
Namun para analis menilai kebijakan ini justru berpotensi mengganggu rantai pasok global yang kompleks dalam industri farmasi, sekaligus mendorong lonjakan biaya produksi yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.
"Kita sudah berada dalam kondisi di mana banyak orang Amerika tidak mampu membeli obat resep mereka," ujar Mariana Socal, profesor kebijakan kesehatan di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health seperti dikutip Selasa (15/4/2025).
Menurut laporan dari Brookings Institution, obat-obatan generik, yang menyumbang sekitar 90 persen resep di AS, akan menjadi kelompok paling terdampak.
"Jika tarif diterapkan dan memperburuk biaya distribusi atau produksi, maka pasien akan semakin kesulitan mengakses obat," tuturnya.
Obat generik umumnya memiliki margin keuntungan kecil dan sangat bergantung pada bahan baku dari luar negeri, terutama dari China dan India. Tarif baru bisa membuat sejumlah produsen obat generik menarik diri dari pasar AS, memicu kelangkaan yang lebih parah.
Data American Society of Health-System Pharmacists mencatat saat ini ada sekitar 270 jenis obat yang mengalami kelangkaan aktif di AS.
Obat injeksi steril generik, seperti kemoterapi, saline IV, dan anestesi lokal seperti lidokain, menjadi jenis yang paling rentan karena proses produksinya yang rumit dan kontrak distribusi yang ketat, membuat produsen sulit menaikkan harga sebagai respons atas tarif.
Marta Wosinska, peneliti senior di Brookings menyebut jika produsen tidak bisa mengalihkan biaya tambahan ke konsumen, mereka mungkin memilih untuk memotong biaya produksi, yang bisa berdampak pada kualitas dan keamanan obat, atau bahkan menghentikan sementara produksi.
Sementara itu, obat bermerek yang dipatenkan cenderung lebih tahan terhadap dampak tarif karena memiliki margin keuntungan tinggi dan tidak menghadapi persaingan langsung.
Namun, karena produk ini monopolistik, kenaikan harga akibat tarif bisa langsung berdampak pada kantong pasien, terutama mereka yang memiliki skema asuransi dengan sistem potongan biaya (coinsurance) atau deductible tinggi.
EY Americas Life Sciences Leader Arda Ural mencatat sekitar 50 persen obat bermerek sudah diproduksi di AS, dan sekitar 35 persen diimpor dari Eropa. Kendati demikian, harga obat bermerek yang sudah mahal berisiko meningkat lebih tinggi lagi jika terkena tarif, memperburuk kesenjangan biaya antara AS dan negara maju lainnya.
Meski Trump menyatakan tarif akan menciptakan lapangan kerja dan mendorong produksi lokal, para analis Wall Street meragukan kemampuannya untuk merealisasikan hal tersebut dalam waktu dekat.
Evan Seigerman dari BMO Capital Markets menyebut industri farmasi memiliki rantai pasok yang sangat kompleks, dan relokasi manufaktur bukanlah perkara mudah. (cnn/hm18)