Thursday, March 13, 2025
home_banner_first
HUKUM

Sidang Tuntutan Supervisor Bank Mega Kasus Pengelapan Rp8,6 Miliar Ditunda

journalist-avatar-top
Kamis, 13 Maret 2025 16.17
sidang_tuntutan_supervisor_bank_mega_kasus_pengelapan_rp86_miliar_ditunda

Sidang pembacaan tuntutan terhadap Supervisor Bank Mega, Yenny, yang diikuti terdakwa secara daring, namun akhirnya ditunda. (f: deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Sidang pembacaan surat tuntutan terhadap Supervisor Bank Mega, Yenny, terkait kasus penggelapan senilai Rp8,6 miliar ditunda. Seyogianya tuntutan hukuman dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hari ini, Kamis (13/3/2025).

Namun, dikarenakan surat tuntutan JPU belum selesai, maka majelis hakim yang diketuai Joko Widodo menunda sidang tuntutan ke pekan depan tepatnya, Senin (17/3/2025).

Persidangan sempat dibuka di Ruang Sidang Cakra 3 Pengadilan Negeri Medan. Setelah dibuka, Joko menanyakan kabar Yenny terkait apakah sehat atau tidak dan Yenny menjawab bahwa dirinya sehat.

Selanjutnya, Joko mempersilakan JPU untuk membacakan tuntutan terhadap wanita berusia 47 tahun tersebut, akan tetapi jaksa belum siap untuk membacakannya. "Izin, Majelis. Karena tuntutan kami belum siap, kami mohon waktu dua minggu, Majelis," kata JPU Frianta Felix Ginting.

Mendengar pernyataan itu, hakim sempat terkejut lantaran waktu yang dimintakan tersebut dianggap cukup lama ditambah tak lama lagi akan libur panjang Lebaran. Akhirnya, permintaan tersebut tak dikabulkan hakim.

Oleh karena itu, jaksa pun meminta waktu hingga sepekan ke depan. Namun, hakim tidak juga mengabulkannya dikarenakan waktu yang sudah mendekati libur Idulfitri 1446 Hijriah.

Negosiasi pun berlangsung cukup alot untuk menentukan jadwal pembacaan tuntutan berikutnya. Hingga akhirnya hakim memutuskan sidang tuntutan digelar Senin (17/3/2025).

Mendengar itu, JPU terlihat agak keberatan. Pasalnya, jaksa tampak tidak begitu yakin surat tuntutan bakal selesai pada Senin mendatang dikarenakan rencana tuntutannya (rentut) dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Karena ini rentutnya masih di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, belum Kejagung lagi, Pak," ujarnya.

Meski demikian, hakim tetap menunda sidang tuntutan hingga Senin mendatang. Hakim akan membuka persidangan pada pagi hari.

Diuraikan dalam dakwaan, Yenny diduga terlibat menggelapkan uang yang membuat Bank Mega mengalami kerugian sebesar Rp8,6 miliar. Penggelapan tersebut dilakukannya dengan cara memanipulasi transaksi pada Mei dan Juni 2024.

Uang yang digelapkan tersebut digunakan Yenny untuk kepentingan pribadinya. Yenny menyalahgunakan kewenangannya dalam mengelola dana perusahaan. Yenny menginstruksikan PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) untuk mengirimkan uang sebesar Rp360 juta yang seharusnya digunakan untuk transaksi antar bank.

Namun, transaksi itu tidak disertai dengan tanda terima resmi sesuai prosedur. Uang tersebut pun kemudian diterima Maria Ladys selaku Kepala Teller Bank Artha Graha Cabang Medan Pemuda.

Selanjutnya pada 22 Mei 2024, Yenny kembali menginstruksikan pengiriman uang sebesar Rp250 juta yang seharusnya digunakan untuk transaksi yang sah.

Namun, alih-alih menggunakan dana tersebut untuk kepentingan bank, Yenny malah mentransfernya ke rekening Jimmy Tantriyadi yang merupakan anaknya dan kemudian mengembalikannya melalui Allo Bank tanpa prosedur yang jelas.

Di hari yang sama, Yenny mengintruksikan PT Kejar untuk mengirimkan uang sebesar Rp350 juta ke Bank Danamon Cabang Medan, akan tetapi laporan terkait transaksi ini tidak diserahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kemudian, Yenny melakukan pengalihan dana perusahaan ke rekening pribadi tanpa adanya izin. Perbuatan itu dilakukannya untuk kepentingan pribadi termasuk berinvestasi dalam bisnis online hingga trading kripto.

Atas perbuatan tersebut, Yenny didakwa dengan pasal berlapis oleh JPU. Dakwaan alternatif pertama melakukan tindak pidana penggelapan dan dakwaan alternatif kedua melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dakwaan alternatif kesatu yang dimaksud, yaitu pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 3 Undang-Undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (deddy/hm24)

REPORTER: