Sidang Praperadilan Kasus Sabu di Medan, Ahli Termohon Dinilai Inkonsisten


Sidang pemeriksaan saksi ahli, Andi Hakim Lubis, yang dihadirkan oleh pihak termohon dalam sidang prapid Rahmadi. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Sidang praperadilan kasus sabu 10 gram dengan tersangka Rahmadi kembali digelar di PN Medan, Senin (22/4/2025). Kuasa hukum Rahmadi kecewa karena saksi ahli dari pihak termohon dinilai menjawab inkonsisten.
Menurut kuasa hukum Rahmadi, ahli hukum pidana dari Universitas Medan Area, Andi yang dihadirkan oleh pihak termohon, yaitu Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut, fasih saat menjelaskan prosedur hukum.
Berbeda saat mendapat pertanyaan dari hakim tunggal Cipto Hosari Nababan maupun kuasa hukum pemohon, Suhandri Umar Tarigan, Andi tampak ragu dan tidak konsisten menjawab.
Andi mengatakan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan dengan minimal dua alat bukti yang sah.
Ketika diminta menjelaskan lebih lanjut terkait penetapan tersangka Rahmadi, Andi mengatakan jika dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT), penetapan tersangka bisa dilakukan tanpa surat perintah penyidikan (Sprindik).
Umar menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa kasus Rahmadi bukan OTT karena terdapat Sprindik saat penangkapan.
"Kalau memang OTT, seharusnya tidak perlu Sprindik. Tapi dalam perkara ini Sprindik ada. Lalu, kenapa gelar perkara baru dilakukan pada 6 Maret 2025?" kata Umar di hadapan hakim.
Ia juga mengungkap adanya kejanggalan dalam dokumen proses hukum yang menyebut Rahmadi sebagai tersangka dalam SPDP tertanggal 3 Maret 2025. Namun, surat penetapan tersangka baru diterbitkan tiga hari kemudian, pada 6 Maret, setelah gelar perkara digelar.
“Jadi klien kami ditetapkan dua kali sebagai tersangka, sebelum dan sesudah gelar perkara. Ini cacat prosedur,” tegas Umar.
Ia menambahkan, penangkapan, penerbitan SPDP, dan penetapan tersangka semuanya terjadi pada 3 Maret, sementara gelar perkara baru dilakukan 6 Maret 2025.
“Tanpa dua alat bukti yang sah, seseorang sudah ditetapkan tersangka dan ditangkap. Ini menyangkut hak hidup dan kebebasan warga negara. Tidak bisa asal,” lanjutnya.
Mendengar argumen tersebut, Andi enggan menjawab secara tegas. Ia hanya menyebut bahwa pembuktian materiil seharusnya dilakukan di sidang pokok perkara, bukan di praperadilan.
Hakim kemudian menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada Selasa (23/4/2025) dengan agenda penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak. (deddy/hm20)