Penerapan PPN 12% Bisa Ditunda Tanpa Merubah Undang-undang
penerapan ppn 12 bisa ditunda tanpa merubah undang undang
Jakarta, MISTAR.ID
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat ditunda tanpa merubah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie AFP, menyatakan bahwa penyesuaian tarif PPN tetap memungkinkan sepanjang berada dalam rentang 5-15% sebagaimana diatur dalam undang-undang.
“Undang-undang pajaknya enggak perlu dirubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR,” ujar Dolfie kepada wartawan, Rabu malam (20/11/24), dilansir dari CNBC Indonesia.
Ia juga menjelaskan bahwa pada pemerintahan sebelumnya, Komisi XI telah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12%. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyarankan keputusan tersebut ditunda hingga pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
Hingga kini, menurut Dolfie, pemerintah belum memberikan arahan baru terkait tarif PPN. Sementara itu, tambahan penerimaan dari kenaikan tarif PPN sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga: PPN Naik jadi 12 Persen, Pengamat: Target Hapus Kemiskinan Sulit Tercapai
“Nah mungkin sampai saat ini belum ada arahan terbaru dari presiden terkait itu. Karena kalau itu diturunkan menjadi 11 persen aja misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp50 triliunan kira-kira,” ungkap Dolfie.
Kajian Ekonomi
Kajian dari LPEM FEB UI dalam Seri Analisis Makro Ekonomi Indonesia Economic Outlook 2025 menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN berpotensi memperburuk tekanan inflasi.
“Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung. Artinya, dapat meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan,” kata Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky.
Setelah adanya kenaikan harga, ke depannya pasti menjadi tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, yang mungkin mengalami penurunan daya beli.
Baca juga: PPN Naik 1 Persen di 2025, Harga Makanan dan Minuman Ikutan Naik
“Pada akhirnya mengakibatkan penurunan pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan,” tambahnya.
Teuku juga mencatat bahwa beban PPN secara proporsional lebih tinggi bagi rumah tangga kaya dibandingkan rumah tangga miskin.
Pada periode 2020-2021, ketika tarif PPN masih 10%, rumah tangga terkaya menanggung 5,10% pengeluaran untuk PPN, sementara rumah tangga termiskin hanya 4,15%. Setelah kenaikan tarif menjadi 11% pada 2022-2023.
Proporsi tersebut meningkat menjadi 5,64% untuk rumah tangga kaya dan 4,79% untuk rumah tangga miskin. (cnbc/hm20)