APBN Defisit Rp31,2 T, Ekonom Sarankan Tiga Langkah Strategis


Ilustrasi, APBN pada Februari 2025 yang defisit Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari PDB. (f:metaai/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memberikan pandangannya terkait kondisi APBN pada Februari 2025 yang defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kondisi defisit itu, ditambah dengan penurunan pendapatan negara dan penerimaan pajak. Penerimaan negara yang tercatat hanya mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target, mengalami penurunan drastis sebesar 20,85 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024.
“Jika dibandingkan periode yang sama pada 2024, angka ini turun drastis sebesar 20,85 persen, dari sebelumnya Rp400,4 triliun. Penurunan ini merupakan sinyal keras bahwa fondasi fiskal Indonesia sedang menghadapi tekanan berat, bahkan sebelum memasuki kuartal kedua tahun anggaran,” tutur Achmad dilansir media antara, Kamis (13/3/2025).
Sedangkan penerimaan pajak juga menurun tajam, tercatat Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target, yang merupakan penurunan 30,19 persen dibandingkan dengan capaian pada Februari 2024.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan ini adalah implementasi sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang diluncurkan pada Januari 2025. Coretax dinilai menghambat proses pemungutan pajak karena banyak wajib pajak yang kesulitan melaporkan dan membayar pajak.
"Coretax yang diharapkan menjadi tulang punggung modernisasi perpajakan justru menghadirkan tantangan baru. Banyak wajib pajak kesulitan melaporkan dan membayar pajak, yang berdampak pada anjloknya penerimaan pajak," ujarnya.
Sementara itu, belanja negara hingga Februari 2025 masih berada di level yang tinggi, yaitu Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari target.
Meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan belanja pada periode yang sama tahun lalu, besarnya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, seperti belanja sosial dan subsidi, menambah tekanan fiskal yang semakin berat.
Tiga Langkah Strategis
Achmad menilai bahwa defisit yang muncul sejak awal tahun menandakan bahwa 2025 bukanlah tahun fiskal yang biasa. Ia menyarankan agar pemerintah melakukan tiga langkah strategis, yaitu:
1. Melakukan audit independen terhadap sistem Coretax untuk mengatasi hambatan teknis dan memastikan penerimaan pajak kembali normal.
2. Meninjau ulang belanja negara dengan fokus pada program yang berdampak langsung pada rakyat miskin dan pemulihan ekonomi.
3. Meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan negara melalui optimalisasi dividen BUMN dan efisiensi aset negara.
Ia juga memperingatkan bahwa tanpa langkah-langkah antisipatif, defisit bisa membengkak hingga Rp800 triliun atau sekitar 3 persen dari PDB, yang dapat menyebabkan beban utang meningkat dan ruang fiskal semakin terbatas.
Dalam konferensi pers terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa defisit Rp31,2 triliun masih berada dalam target APBN 2025, yaitu sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB. (*/hm27)
PREVIOUS ARTICLE
OJK: Penyaluran Kredit di Sumut Meningkat 17,67 Persen