Abaikan Permintaan Data Tenaga Kerja, PT DPM Terancam Sanksi dari Kemenaker


Kantor DPMPTSPK Kabupaten Dairi. (f:manru/mistar)
Dairi, MISTAR.ID
PT Dairi Prima Mineral (DPM), yang beroperasi di Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, terancam dikenai sanksi oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Perusahaan itu diduga mengabaikan pemerintah daerah ketika meminta data ketenagakerjaan.
Informasi tersebut disampaikan Desman Sihotang selaku Mediator Hubungan Industrial pada Bidang Ketenagakerjaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Ketenagakerjaan (DPMPTSPK) Kabupaten Dairi, kepada Mistar melalui pesan WhatsApp (WA), Selasa (22/4/2025).
Desman menyebut, isu ini bermula dari beredarnya kabar mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap sejumlah karyawan PT DPM. Dalam hal ini pihak perusahaan terkesan menyepelekan dan mengabaikan surat permintaan data ketenagakerjaan yang telah berulang kali dikirim oleh Pemerintah Kabupaten Dairi.
"Meski sudah berulang kali disurati, hingga kini PT DPM belum memberikan respons. Padahal, surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang optimalisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan, serta surat edaran Gubernur Sumatera Utara," ujar Desman.
Adapun data yang diminta meliputi jumlah tenaga kerja asing (TKA) dan karyawan lokal, guna keperluan perlindungan melalui BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Termasuk juga dokumen perjanjian kerja antara PT DPM dan pihak subkontraktor, yang menjadi dasar bagi pengawasan ketenagakerjaan.
"Sudah lebih dari satu tahun kami mengirim surat, tapi tidak kunjung direspons," tutur Desman.
Desman menjelaskan bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya, waktu kerja, waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja, terdapat ketentuan yang harus dipenuhi perusahaan, termasuk soal hak-hak pekerja yang mengundurkan diri atau berakhir masa kontraknya.
Beberapa poin penting dalam PP itu antara lain, karyawan yang mengundurkan diri harus mengajukan permohonan paling lambat 30 hari sebelumnya, tidak sedang terikat dinas, dan tetap bekerja hingga tanggal pengunduran disetujui.
Karyawan berhak atas Uang Pengganti Hak (UPH) dan uang pisah sesuai perjanjian kerja. Pekerja kontrak yang masa kerjanya selesai berhak atas uang kompensasi yang dihitung secara proporsional, berdasarkan masa kerja.
Skema kompensasi berdasarkan Pasal 16 ayat (1): Masa kerja 12 bulan penuh dan 1 bulan upah. Masa kerja 1 bulan sampai kurang dari 12 bulan dihitung proporsional. Masa kerja lebih dari 12 bulan juga dihitung proporsional. Namun, kompensasi ini tidak berlaku bagi TKA yang bekerja berdasarkan PKWT.
Selain itu, Desman menekankan pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, serta Permenaker Nomor 4 Tahun 2019 tentang perubahan atas Permenaker Nomor 18 Tahun 2017 mengenai Tata Cara Wajib Lapor Perusahaan.
"Jika perusahaan tidak melaporkan data ketenagakerjaannya, maka bisa dikenakan sanksi maksimal denda sebesar Rp1.000.000 atau pidana penjara paling lama tiga bulan," ucap Desman.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui WA dan telepon terkait hal ini, pihak Departemen Eksternal yang juga merangkap Humas PT DPM, Paulina Tobing, tidak memberikan jawaban hingga berita ini diterbitkan. (manru/hm17)