Hardiknas 2025, Sumut Berpotensi Jadi Kota Pendidikan Kelas Dunia

Akademisi USU, Dr. Tunggul Sihombing. (f:ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Konsep kota pendidikan bukan hanya soal keberadaan institusi pendidikan yang banyak, tetapi juga mencerminkan lingkungan yang hijau, kondusif, dan mendukung pertumbuhan intelektual.
Hal itu disampaikan Dr. Tunggul Sihombing, akademisi Universitas Sumatera Utara (USU) dalam wawancara khusus pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Jumat (2/5/2025).
Menurut Tunggul, kota pendidikan sejati adalah wilayah yang tidak hanya memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, tetapi juga masyarakat yang menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan.
“Kota pendidikan itu ya sejenis kota yang hijau. Suasananya sejuk, warganya menghormati pendidikan, dan semua elemennya mendukung. Dari murid, guru, sampai pegawai sekolahnya,” ujarnya.
Realita Pendidikan di Sumut Masih Jauh dari Harapan
Tunggul menilai, realitas di Sumut saat ini masih jauh dari konsep ideal tersebut. Ia menyoroti tingginya angka kenakalan remaja, perilaku menyimpang di kalangan siswa, bahkan kasus penyalahgunaan narkoba.
“Kalau siswa sekarang dicubit saja, langsung lapor polisi. Padahal, dulu guru adalah transfer of knowledge,” tuturnya.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik USU itu juga menyinggung dampak negatif dari teknologi, termasuk ketergantungan pada kecerdasan buatan (AI) tanpa proses analisis dan nalar yang matang.
“Seharusnya AI membuka cakrawala berpikir, bukan jadi alat konsumsi instan. Mahasiswa harus tetap berpikir ilmiah dan kritis,” katanya menegaskan.
Meski begitu, ia tidak pesimis. Menurutnya, Sumut tetap punya potensi besar menjadi pusat pendidikan, terutama karena budaya Batak yang menjunjung tinggi pendidikan.
“Anakkon hi do hamoraon di au (Anakku adalah kekayaanku). Itu filosofi orang Batak. Orang tua rela berkorban demi pendidikan anak,” ucapnya.
Samosir Berpeluang Jadi Kota Pendidikan di Sumatera Utara
Dalam peringatan Hardiknas, Tunggul mendorong agar pemerintah daerah di Sumut, khususnya Kabupaten Samosir, mengambil langkah konkret.
“Kenapa tidak dibangun universitas internasional di Pangururan? Iklimnya sejuk, mendukung proses belajar. Tanah masih luas,” ujarnya.
“Pernah nggak kita hitung berapa jumlah penduduk Kabupaten Samosir yang pergi sekolah keluar, ke Jogja, Jakarta, bahkan ke luar negeri. Kenapa tidak didirikan di Pulau Sumatera? Katakanlah Pangururan menjadi kota pendidikan,” katanya lagi menambahkan.
Menurutnya, Kabupaten Samosir perlu didirikan kampus, dengan program studi Kedokteran, Pertanian untuk mempelajari pengelolaan tanah.
“Tanaman apa yang cocok di Kabupaten Samosir, sehingga orang luar negeri juga belajar di Samosir dengan geopark-geoparknya itu. Orang luar negeri kan senang dengan yang unik-unik,” tuturnya.
Perpustakaan dan Museum Aksara Batak di Pangururan
Selain itu, Tunggul juga mengusulkan pendirian perpustakaan besar atau museum pendidikan di Samosir yang seluruh koleksinya ditulis dalam aksara Batak.
“Saya ke Korea Selatan, semua buku perpustakaannya pakai huruf Korea. Kenapa kita tidak buat seperti itu di Samosir. Perpustakaan yang besar di kota Pangururan, yang buku-bukunya menggunakan tulisan batak,” ucapnya.
Namun, ia menekankan bahwa semua ini harus dimulai dari kebijakan pendidikan yang ekselen.
“Bukan hanya bangun sekolah, tapi harus ada komitmen. Kebijakan pendidikan yang berkualitas, bukan kebijakan kerdil,” tuturnya.
Dengan potensi budaya dan alam yang dimiliki, Tunggul optimis Sumut bisa menjadi pusat pendidikan unggulan jika dibarengi dengan visi, infrastruktur (termasuk bandara internasional), dan kemauan politik dari para pemangku kebijakan. (susan/hm27)