Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII Dimakamkan di Imogiri, Suksesi Takhta Masih Misteri

(foto:dokkeratonkasunanansurakartahadiningrat/mistar)
Surakarta, MISTAR.ID
Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono XIII, akan dimakamkan di Makam Raja Imogiri, Yogyakarta, pada Rabu, 5 November 2025. Pihak Keraton Surakarta telah menyiapkan prosesi adat sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi sang raja.
Adik almarhum, GKR Wandansari atau Gusti Moeng, membenarkan jadwal pemakaman tersebut.
“Pemakaman sudah disepakati pada hari Rabu tanggal 5 (November). Upacara dimulai pukul 08.00 WIB,” ujar Gusti Moeng kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).
Sebelum jenazah diberangkatkan ke Imogiri, akan digelar upacara adat di dalam Keraton. Seluruh tata cara prosesi telah disiapkan oleh keluarga dan para abdi dalem. Jenazah akan diberangkatkan menggunakan kereta jenazah khusus raja, dengan iring-iringan yang melewati sejumlah titik penting di kawasan Keraton Surakarta.
Rute prosesi dimulai dari Ndalem Keraton Surakarta, Bangsal Magangan, Alun-alun Selatan, lalu menuju Gading, simpang empat Tipes, dan Jalan Slamet Riyadi, sebelum singgah di Rumah Dinas Wali Kota Solo, Lodji Gandrung.
“Awalnya ingin ditransitkan di Wuryaningratan, tapi kini sudah pasti di Loji Gandrung,” kata Gusti Moeng.
Ia menambahkan, seluruh persiapan berjalan lancar dan sesuai tradisi. Prosesi pemakaman akan melibatkan keluarga besar, abdi dalem, serta masyarakat yang ingin memberikan penghormatan terakhir.
Pakubuwono XIII wafat pada Minggu (2/11/2025) di RS Indriati Solo Baru, Sukoharjo, sekitar pukul 07.29 WIB, setelah menjalani perawatan intensif akibat komplikasi penyakit, termasuk diabetes dan gangguan ginjal yang memerlukan cuci darah. Kondisi beliau memburuk sejak mengikuti prosesi adat Adang Dal pada September 2025.
Kepergian sang raja meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Surakarta. Sosoknya dikenal sebagai pemimpin bijaksana yang memegang teguh nilai-nilai budaya Jawa. Pemakaman di Imogiri menjadi simbol penghormatan terakhir bagi seorang raja yang menjaga warisan Mataram.
Sejarah Singkat Keraton Surakarta
Keraton Surakarta berdiri pada tahun 1745 sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam yang terpecah akibat Perjanjian Giyanti. Sejak itu, gelar “Pakubuwono” digunakan sebagai simbol kesinambungan dinasti Mataram.
Kata Pakubuwono berasal dari bahasa Jawa yang berarti paku bumi atau penyangga dunia, menggambarkan raja sebagai pusat keseimbangan alam dan masyarakat. Gelar ini pertama kali digunakan oleh Sunan Pakubuwono I (1704–1719) dan diwariskan secara turun-temurun hingga Pakubuwono XIII, yang kini wafat.
Meskipun tidak lagi memiliki kekuasaan politik formal, Keraton Surakarta tetap menjadi simbol budaya, spiritualitas, dan sejarah Jawa. Raja atau Sinuhun berperan sebagai penjaga tradisi serta tokoh penting dalam upacara budaya dan keagamaan.
Suksesi Takhta Masih Menjadi Pembahasan
Wafatnya Pakubuwono XIII menandai dimulainya masa transisi di Keraton Surakarta. Hingga kini, siapa yang akan menjadi penerus takhta masih menjadi tanda tanya.
Pegiat sejarah dan budaya Jawa dari IKIP Semarang, R. Surojo, menyebutkan bahwa proses penentuan raja baru merupakan urusan internal keluarga besar keraton.
“Itu ranah keluarga. Nanti akan ada musyawarah antara adik-adik raja, kerabat, dan para sesepuh,” ujarnya.
Menurut Surojo, musyawarah tersebut akan membahas angger-angger, yaitu ketentuan adat yang menjadi dasar hukum dalam suksesi.
“Sebelum menentukan siapa yang berhak, keluarga harus menyepakati dasar hukumnya terlebih dahulu,” jelasnya.
Ia mengibaratkan proses tersebut seperti menyusun AD/ART dalam organisasi, di mana kesepakatan hukum adat menjadi pondasi legitimasi raja berikutnya.
Dua Sosok Calon Kuat Pengganti Pakubuwono XIII
Menurut Surojo, terdapat dua kemungkinan besar calon penerus takhta, yakni adik kandung almarhum, atau putra bungsu Pakubuwono XIII, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra (Gusti Purbaya).
Namun, persoalan lama di internal keraton menjadi tantangan utama. Sejumlah keluarga masih memperdebatkan keabsahan GKR Pakubuwana (KRAy Pradapaningsih) sebagai permaisuri. Hal itu memengaruhi posisi Gusti Purbaya dalam garis suksesi.
“Sebagian keluarga tidak mengakui permaisuri, sehingga hak anaknya sebagai penerus dianggap tidak sah. Tapi pihak raja sudah menetapkan Gusti Purbaya sebagai putra mahkota sejak 2022,” ujar Surojo.
Jika musyawarah keluarga tidak mencapai mufakat, takhta kemungkinan akan jatuh kepada adik kandung almarhum, seperti Gusti Benowo, Gusti Puger, atau Gusti Madu Kusumo.
Surojo berharap proses suksesi berjalan damai dan cepat.
“Harapan saya, setelah 40 atau 100 hari wafatnya raja, suksesi bisa berjalan tanpa hambatan,” pungkasnya. (hm16)
























