Rencana Redenominasi: Warga Cemas, Akademisi Ingatkan Hal Ini

Ilustrasi Redenominasi Mata Uang Rupiah. (Foto: Edward Ricardo/CNBC)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Rencana pemerintah terkait kebijakan Redenominasi rupiah mendapat tanggapan beragam dari warga. Salah satu pedagang ikan di Pasar Dwikora, Mak Redo, mengatakan belum mendapatkan informasi mengenai rencana redenominasi rupiah.
"Tidak tahu kita terkait redenominasi rupiah," ujarnya kepada Mistar pada Rabu (12/11/2025)
Saat ditanya tentang kebijakan tersebut, ia mengaku tidak setuju. Dia khawatir adanya penyederhanaan pada rupiah bisa mempersulit transaksi.
"Proses adaptasi tidak sederhana. Terlebih, masyarakat perlu membiasakan diri dengan nominal baru yang lebih kecil. Bakal ribet jadinya. Bakal tidak terbiasa dan sulit menyesuaikan. Takut lupa juga," katanya.
Di kesempatan lain, Akademisi Universitas Simalungun, Raja M Nainggolan, mengatakan kebijakan redenominasi rupiah ini sudah pernah dilakukan pada masa pemerintahan Presiden pertama RI, Soekarno, pada 1965.
"Pemerintah pernah mengajukan RUU Redenominasi rupiah pada tahun 2013, namun gagal karena kondisi politik dan ekonomi tidak mendukung," ujarnya.
Belajar dari pengalaman negara yang pernah melakukan kebijakan redenominasi, seperti Zimbabwe, Argentina, Rusia, dan Brasil, diketahui pernah gagal.
Gagalnya redenominasi karena dilakukan saat terjadinya tren negatif fundamental perekonomian di negara tersebut.
"Indonesia pada tahun 1965 pernah melakukan redenominasi rupiah dengan menghapus beberapa angka nominal nol dengan tidak mengubah daya beli (Rp1000 menjadi Rp1). Namun kebijakan ini dilakukan pada pasca-revolusi, sehingga kebijakannya tidak efektif," ucapnya.
Pada dasarnya, menurut Raja, kebijakan redenominasi diharapkan mampu menyederhanakan pencatatan dan meningkatkan efisiensi transaksi. Selain itu dapat meningkatkan kredibilitas rupiah di pasar global.
"Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat menerapkan kebijakan ini. Pertama, timing dan kondisi perekonomian yang tepat. Kebijakan ini secara efisien dapat dilaksanakan pada saat terdapat tren positif perekonomian dan stabilitas politik ekonomi suatu negara," ujarnya.
Kedua, bagaimana kebijakan ini tersosialisasi dengan baik di masyarakat. Terakhir, harus ada skema yang tepat terkait dengan anggaran pelaksanaan kebijakan dan supply uang baru di masyarakat.
Jika sosialisasi tidak dilakukan dengan baik, kebijakan dapat menimbulkan kepanikan di masyarakat.
"Sosialisasi yang masif harus sejalan dengan pengawasan di lapangan. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menaikkan harga," tuturnya. (abdi)
PREVIOUS ARTICLE
Harga Ikan Laut Tak Lagi Mahal di Pasar Porsea




















