Longsor Marak di Sumut, Walhi Desak LPPPH Serius Menjaga Hutan
Longsor Marak Di Sumut Walhi Desak Lppph Serius Menjaga Hutan
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) mendesak Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LPPPH), untuk bekerja lebih serius dalam menjaga kelestarian hutan di Sumatera Utara.
Manager Advokasi dan Kampanye Walhi, Jaka Kelana, mengatakan bencana alam di Sumut terus terjadi menjelang akhir tahun. Catatan Walhi, menyebutkan beberapa kejadian bencana alam, yakni banjir di Desa Lau Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, pada Kamis, 17 Oktober 2024.
“Bencana serupa juga menerjang Kabupaten Tapanuli Selatan pada hari yang sama, menewaskan dua orang dan merusak tiga desa. Selain itu, tanah longsor yang memakan korban juga terjadi di Jalan Jamin Ginting, Sembahe, Kecamatan Sibolangit, pada Rabu, 27 November 2024,” katanya, melalui keterangan tertulis yang diterima Mistar.id, Kamis (28/11/24).
Walhi menilai bahwa kerusakan hutan di sekitar lokasi bencana berperan besar dalam memperburuk dampak bencana. Dalam peristiwa banjir bandang di kawasan wisata Sembahe pada 30 April 2023, ditemukan banyaknya potongan kayu yang terbawa arus. Hal yang sama terjadi pada bencana di Tapanuli Selatan, di mana kayu besar tercampur batu dan lumpur terbawa arus banjir.
Menurutnya, kerusakan hutan di sekitar Kabupaten Dairi juga harus mendapat atensi. Kerusakan hutan tersebut dapat dilihat dari peristiwa banjir bandang yang memakan korban jiwa yang terjadi di dua desa di Kecamatan Silima Pungga-punga, yaitu Desa Bongkaras dan Longkotan, pada Selasa, 18 Desember 2018.
Penyebab bencana ini, menurut Walhi, karena kerusakan hutan yang terus berlangsung. Melalui pantauan citra satelit, Walhi menemukan hilangnya tutupan pohon di hutan sekitar Sembahe antara 2020 dan 2023, yang memperkuat indikasi pengrusakan hutan di wilayah tersebut.
“Perusakan hutan di Sumatera Utara khususnya di sekitar titik bencana yang terjadi tersebut harus segera diusut dan mendapat tindakan konkret dari instansi penegak hukum dan instansi lain yang berwenang dalam pelestarian hutan,” lanjutnya.
Ia menambahkan, bahwa sumber daya hutan telah terbukti memberikan kehidupan dan sumber penghidupan bagi semua, termasuk manfaat bagi lingkungan air, iklim, menjaga keseimbangan air permukaan dan air tanah, menjaga kesuburan lahan, pencegahan banjir, tanah longsor, dan menjaga habitat satwa liar.
Walhi menyayangkan minimnya peran LPPPH dalam menjaga kawasan ekosistem hutan di Sumut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU PPPH).
Terutama dalam Pasal 54 UU PPPH telah diatur secara khusus tentang Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LPPPH) yang terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, unsur Kepolisian RI, unsur Kejaksaan RI, dan unsur lain yang terkait.
Namun, Walhi menilai bahwa kinerja LPPPH saat ini belum maksimal. Dengan kerusakan hutan yang masif di Sumatera Utara, terutama di kawasan ekosistem Batang Toru, lanjutnya, menunjukkan bahwa LPPPH belum bekerja dengan efektif.
“Secara nyata terdapat berbagai kegiatan yang merusak hutan Batang Toru, yang kita kenal sebagai paru-paru Sumatera, serta tempat berlindungnya ragam flora dan fauna endemik,” ungkapnya.
Jaka menekankan, apabila LPPPH bekerja sesuai dengan tugas yang ditetapkan, maka seharusnya kerusakan hutan di Sumut dapat dicegah atau diminimalisir.
“Oleh sebab itu, patut bagi Walhi Sumut menuntut komitmen Presiden RI dalam melindungi kelestarian hutan di Indonesia khususnya Sumut, dengan melakukan monitoring dan evaluasi mendalam serta mendesak LPPPH untuk bekerja dan menjalankan tugasnya sebagaimana yang di amanat UU PPPH,” tutupnya. (susan/hm17)