Puluhan Warga Ade Irma Kaget, Dapat Surat Penggusuran dari PTPN IV
puluhan warga ade irma kaget dapat surat penggusuran dari ptpn iv
“Kita bingung tiba-tiba dapat surat, kalau besok (Jumat) kami disuruh pindah, bagaimana nasib kami dengan situasi puasa yang sebentar lagi lebaran,” katanya.
Sementara kuasa hukum warga, Daulat Sihombing mempertanyakan tindakan pihak PTPN IV. Ia pun menceritakan sejarah warga memiliki tanah dan bangunan di sana.
“Tanah itu secara fisik sudah dikuasai sekitar tahun 1948 an yang diperoleh dari seorang keluarga yang istrinya adalah orang Jepang. Patut diduga tanah ini dulu dikuasai orang Jepang dan setelah Indonesia merdeka orang Jepang pergi, maka tanah itu berstatus tanah tidak bertuan, dan selanjutnya ditempati sejumlah warga,” ujarnya.
Daulat mengatakan PTPN IV mengklaim mempunyai Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 1159, dan bukan Hak Guna Usaha (HGU). Namun jika itu pun benar, maka melalui sejarah panjang keberadaan warga di sana, klaim PTPN IV layak dipertanyakan.
Baca juga: KontraS Sumut Minta Penggusuran Tanah Adat Mbal-mbal Petarum di Karo Dikaji Ulang
“Apalagi di sana sudah pernah terjadi kebakaran dan seluruh bangunan lama hangus. Warga kemudian membangun kembali bangunan yang baru, artinya sejarah membuktikan bahwa tanah dan bangunan itu absolut milik warga,” ujarnya.
Menurut Daulat, warga baru mengetahui masalah ini ada setelah mereka diundang Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar sekitar Januari 2024.
Pada saat pertemuan itu, kata Daulat, warga diminta langsung untuk menandatangani surat pernyataan untuk bersedia mengosongkan rumah mereka dengan mendapatkan tali asih.
“Mereka saat itu menandatangani dan secara psikologis mereka merasa yang dilakukan itu dalam keadaan terpaksa. Karena pada saat itu mereka tidak diberi ruang untuk diskusi pada keluarga,” terangnya.
Baca juga: Sejumlah Ibu-ibu Korban Penggusuran Lahan ‘Gurilla’ Menangis Di Hadapan Jokowi
Berdasarkan situasi itu, Daulat mengaku sudah mengirim surat ke Kejari Siantar untuk membatalkan surat pernyataan warga tersebut. Apalagi sampai sekarang tali asih belum diserahkan sepenuhnya.
“Kita sudah mengirim surat ke Kejaksaan Siantar untuk membatalkan surat pernyataan kesediaan menerima tali asih yang ditanda tangani di Kejari Siantar selaku pengacara negara,” katanya.
Surat yang ditandatangani Insari Siregar sendiri, kata Dualat lagi, tidak memiliki kekuatan hukum. Sebab tanah itu warisan orang tuanya dari pasangan C Harunsyah Siregar dan Mirna Harahap.
“Insari ini tiga bersaudara. Kedua orang tua mereka masih hidup dan sehat. Karena itu yang bersangkutan tidak berhak untuk mengalihkan atau membuat perjanjian yang berkaitan dengan harta orang tuanya,” terangnya.
“Dia menandatangani surat pernyataan itu di bawah tekanan psikologis karena dia diultimatum, menerima tali asih atau dipaksa pindah. Dia membuat surat pernyataan itu dengan waktu yang sangat genting karena harus dijawab dalam waktu pada saat itu juga tanpa diberi kesempatan berdiskusi dengan keluarga,” ucapnya lagi.
Baca juga: Tolak Penggusuran oleh PTNP II, Ratusan Massa SPSB Simalingkar A Serbu Kantor ATR/BPN Deli Serdang
Pada kesempatan ini Daulat Sihombing menegaskan, melihat histori sejarah keberadaan warga, PTPN IV tidak memiliki hak apapun atas bangunan di sana.
“Belum lagi kalau kita masuk ke Undang-Undang Agraria, jika sudah dikuasai warga lebih dari 20 maka dapat dimohonkan menjadi hak milik. HGB itu kan konteksnya konteks bangunan, bukan HGU. Artinya dengan status kebakaran maka HGB PTPN seharusnya tidak ada lagi. Makanya kita bertanya-tanya kok baru sekarang mereka sibuk?,” ujarnya.
PREVIOUS ARTICLE
Buka Puasa Bersama, PTPN 1 SupportingCo Santuni 200 Anak Yatim