Bawaslu Umumkan 10 Provinsi dan 20 Kabupaten/Kota Rentan Netralitas ASN
Bawaslu Umumkan 10 Provinsi Dan 20 Kabupatenkota Rentan Netralitas Asn
Jakarta, MISTAR.ID
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengumumkan 10 Provinsi yang berpeluang mempunyai kerentanan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilu 2024 mendatang.
Keterangan dari Bawaslu, daftar tersebut dirilis supaya ada tindakan pencegahan yang tepat.
Dilansir dari laman resmi Bawaslu, Jumat (22/9/23), kesepuluh Provinsi itu adalah, Jawa Barat (Jabar), Sumatera Barat (Sumbar), Gorontalo, Lampung, Maluku Utara (Malut), Sulawesi Utara (Sulut), Sulawesi Selatan (Sulsel), Banten, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: TikTok Siap Cegah Hoax, Bantu Bawaslu Mewujudkan Pemilu Damai
“Ini lah posisi Provinsi yang kerentannya tinggi. Maka untuk 10 Provinsi ini pastikan upaya pencegahannya terarah,” sebut Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty saat membuka peluncuran pemetaan kerawanan Pemilu dan pemilihan serentak 2024 isu strategis netralitas ASN di Manado.
Bawaslu berharap, pemerintah daerah di 10 Provinsi dengan peluang kerawanan tertinggi terkait netralitas abdi negara itu melakukan pencegahan secara ketat. Salah satu dengan dialog yang baik.
Di tingkat Kabupaten/Kota terekam 20 daerah mempunyai kerawanan tinggi, yakni Siau Tagulandang Biaro, Wakatobi, Ternate, Sumba Timur, Parepare, Bandung, Jeneponto, Mamuju, Halmahera Selatan dan Bulukumba.
Selanjutnya, Maros, Tomohon, Konawe Selatan, Kotamobagu, Kediri, Konawe Utara, Poso, Sula, Tolitoli dan Nias Selatan.
Baca juga: Ganjar Tampil di Tayangan Adzan Maghrib, Berikut Tanggapan PDIP dan Tindakan KPI-Bawaslu
“Ke 20 daerah berpeluang rawan tertinggi ini, siapkan program pencegahan terbaik dan upaya mitigasi risiko terkuat agar tidak terjadi di 2024,” ujar Lolly.
Ditambahkan, pelanggaran netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sering terjadi seperti mengkampanyekan calon tertentu, pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial (medsos) maupun perangkat lainnya.
“Ada ASN memakai fasilitas negara mendukung incumbent, teridentifikasi dukungan dalam bentuk grup WhatsApp (WA), serta terlibat secara aktif maupun pasif kampanye calon. Umumnya terjadi pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),” tukasnya. (dtk/hm16)
PREVIOUS ARTICLE
Ratusan Warga Geruduk Polda, Tolak Kriminalisasi Petani di Sumut