Wahana Musik Indonesia Laporkan Dua THM ke Polda Sumut, ini Kasusnya


Helmax Tampubolon selaku kuasa hukum kiri, dan Head of Legal Wahana Musik Indonesia (WAMI), Bigi Ramadha Putra, saat diwawancarai. (f:matius/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Wahana Musik Indonesia (WAMI) bersama tim kuasa hukumnya melaporkan dua lokasi Tempat Hiburan Malam (THM) terbesar yang ada di Kota Medan, terkait undang-undang hak cipta dan pengambilan royalti lagu.
Adapun kedua THM tersebut antara lain, HW Dragon Bar Medan dilaporkan dengan nomor laporan STTPL/B/270/II/2025/SPKT Polda Sumut pada Selasa 25 Februari 2025. Kemudian, Amavi Club dengan nomor laporan STTPL/B/271/II/2025 SPKT/ Polda Sumut, pada Selasa 25 Februari 2025.
Head of Legal Wahana Musik Indonesia (WAMI), Bigi Ramadha Putra mengatakan laporan tersebut dibuat sebagai upaya penegakan hukum atas pelanggaran hak dan izin tanpa penciptanya.
“Ini sebenarnya salah satu kegiatan WAMI sebagai penerima kuasa dari pencipta untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti,” ujar Bigi Rabu (26/2/2025) di Kota Medan.
Menurutnya, upaya penegakan hukum harus dilakukan apabila ditemukan ada pelanggaran dalam penggunaan musik di wilayah Kota Medan atau Sumatera Utara tanpa izin.
Dia menyebut pelanggaran serupa banyak ditemukan diberbagai tempat. Bahkan, banyak THM, berupa karaoke, club, diskotik dan bar menggunakan musik tanpa membayar royalti.
Padahal, hal tersebut diatur dalam undang-undang hak cipta, bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dipidanakan.
“Kita melaporkan dan lihat nanti hasilnya seperti apa. Harapannya nanti di tingkat kepatuhan terkait permintaan izin dan pembayaran royalti jadi meningkat,” ujarnya.
Dijelaskan Bigi, manajemen Wami dalam melakukan penarikan royalti lagu tidak dilakukan secara spesifik 1 atau 2 lagu tertentu. Tetapi penggunaan lagu atau musik secara general, kemudian pihak WAMI meminta lisensi atau izin dari tempat usaha seperti karaoke atau bar.
“Kemudian pengguna seperti apa yang kita tarik royalti nya, yaitu tempat hiburan malam seperti bar, restoran, hotel dan lainnya yang pada dasarnya tempat itu komersial yang kemudian ditarik royalti,” terang Bigi.
Sampai saat ini, lanjut dia, ada dua tempat hiburan malam yang telah resmi dilaporkan ke Polda Sumut. Pihaknya juga berharap pengelola THM tersebut melakukan kepatuhan sesuai hukum yang berlaku.
Disinggung berapa nilai kerugian yang dialami oleh pihaknya akibat ketidak patuhan tersebut. Bigi mengaku, alami kerugian yang ditaksir kurang lebih Rp500 juta hingga Rp1 miliar.
“Untuk tarif royalti sudah ditetapkan dalam keputusan menteri. Menurut kalkulasi kami itu ada sekitar Rp1 Miliar, masing-masing tempat sekitar Rp500 juta menunggak dari beberapa tahun kebelakang,” ujarnya.
Helmax Tampubolon selaku kuasa hukum dari WAMI menyebut pihaknya telah melaporkan beberapa THM yang ada di Kota Medan.
Untuk itu, pihaknya berharap pengelola THM tersebut bisa patuh terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku. Terutama, terkait dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). UUHC mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2014.
“Jadi beberapa tadi sudah disampaikan oleh rekan kami dari WAMI, itu kan ada beberapa tempat hiburan malam yang kita nilai kerugian nya berbeda-beda nilainya. Kalau dia karaoke, club, diskotik, restoran, dia sudah punya aturan tertentu terkait batas tarif royalti yang ditentukan,” tutur Helmax.
Menurut Helmax, penarikan royalti ini manfaatnya untuk menghargai para pencipta dan tidak hanya terkait menagih keuntungan saja. Akan tetapi, bagaimana cara untuk menghargai karya-karya cipta yang dilakukan oleh para musisi atau pencipta lagu.
Dikatakan Helmax, sebelum pelaporan dilakukan WAMI sudah terlebih dahulu melakukan pengiriman surat sebagai upaya perkenalan diri.
“Artinya perkenalan ini, untuk mengetahui siapa sebenarnya WAMI ini. WAMI ini adalah lembaga manajemen kolektif,” terangnya.
WAMI menyampaikan apa saja yang menjadi ketentuan dan peraturan yang berlaku terkait dengan hak cipta ataupun royalti tersebut, namun surat yang dilayangkan oleh WAMI tidak digubris.
“Maka kami dari kuasa hukum melakukan peringatan, peringatan itu sudah kami lakukan dua kali mulai dari September hingga Oktober tahun lalu,” ucapnya.
Namun, sampai saat ini mereka tidak ada itikad baik ataupun mencoba untuk berdiskusi.
"Apa yang dilanggar, apa yang diperingati," terang Helmax.
Ditambahkan dia, harusnya dalam hal ini bisa dinilai terkait itikad baik dari pengusaha-pengusaha, untuk menghargai ataupun mengetahui musik juga mendukung mereka untuk berusaha.
“Apakah mungkin tempat hiburan malam tanpa musik bisa hidup, atau dia hanya sekedar jual air aja dan itu tidak mungkin juga. Berarti musik ini adalah salah satu pendukungnya,” ujarnya.
Terpisah, Kasubdit Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani Tampubolon mengaku telah menerima laporan tersebut. Saat ini, Polda Sumut sedang menindaklanjuti laporan dari pihak pelapor. (matius/hm18)