KontraS Sumut: 38 Kasus Kekerasan Oleh Polisi Terjadi Juni 2022-2023
Kontras Sumut 38 Kasus Kekerasan Oleh Polisi Terjadi Juni 2022 2023
Medan, MISTAR.ID
Berdasarkan pengumpulan data, baik pemantauan ataupun advokasi yang dilakukan secara langsung oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, diketahui kepolisian di Sumatera Utara (Sumut) tidak alami perubahan dari tahun ke tahun.
Hal ini dilihat dari segi penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Koordinator KontraS Sumut Rahmat Muhammad mengatakan, sepanjang Juni 2022 – Juni 2023, terdapat 38 kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Dari 38 kasus, penembakan menjadi kasus paling banyak. Dimana, terdapat 36 luka-luka dan 4 orang meninggal akibat timah panas kepolisian.
“Data ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. Bahkan cenderung naik. Dimana terdapat 33 kasus kekerasan tahun lalu,” ujarnya melalui keterangan yang diterima, Minggu (2/7/23).
Baca juga: Polemik Parkir Berbayar di UNPRI, Mahasiswa Minta Pendampingan Hukum ke LBH Medan dan KontraS
Rahmat mengatakan, dalam proses penegakan hukum, praktik kekerasan masih kerap dilakukan terutama dalam penggunaan kekuatan berlebihan, penyiksaan, arogansi dan tindakan kesewenang-wenangan lainnya.
Menurutnya, penembakan menjadi dalil bagi kepolisian sebagai hukuman untuk memberikan efek jera dan rasa takut pada pelaku. Sayangnya, itu tidak berdampak sama sekali pada turunnya angka kejahatan.
“Sangat mudah bagi kepolisian melakukan penembakan. Cukup hanya dengan dalil pelaku melarikan diri dan melawan petugas sudah cukup menjadi syarat,” ucapnya.
Selain itu, praktek penyiksaan dalam mencari alat bukti kerap dilakukan oleh kepolisian. Selama 2 tahun terakhir, KontraS Sumut mencatat ada 21 kasus penyiksaan terjadi.
Baca juga: KontraS Sumut Minta Penggusuran Tanah Adat Mbal-mbal Petarum di Karo Dikaji Ulang
Menurutnya, penyiksaan adalah bagian dari pelanggaran HAM yang sepatutnya sudah ditinggalkan.
“Dari data yang dikumpulkan, prakteknya masih kerap terjadi di lapangan. Bahkan pada kasus-kasus tertentu seperti begal, narkoba, curanmor penyiksaan terhadap pelaku adalah hal yang wajar,” ucapnya.
Ironisnya, kata Rahmat, penyiksaan terus berulang meskipun Kepolisian telah memiliki berbagai instrumen ketat dalam proses penegakan hukum. Seperti Perkap No 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, serta Perkap No 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi HAM harusnya dapat membatasi ruang untuk tidak terjadi penyiksaan.
Selain berbagai isu tersebut, Rahmat juga memberikan catatan penting yakni persoalan keamanan di Sumut. Menurut KontraS, keamanan di Sumut sangat parah.
Baca juga: KontraS Sumut Dorong LPSK dan Komnas HAM Ambil Bagian di Kasus Pengancaman Jurnalis
Banyak perkara-perkara viral yang sering terjadi dan itu hampir setiap hari. Seperti pencurian sepeda motor (curanmor), narkoba, begal, pembunuhan, kekerasan antar geng motor, hingga pungutan liar (pungli).
KontraS melihat penerapan pencegahan (preventif) masih belum berjalan. Kepolisian hanya menunggu laporan korban, lalu melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tanpa ada melakukan pencegahan. Alhasil, praktik kejahatan semakin meningkat akhir-akhir ini.
“Sumut itu seperti gotham city. Kejahatan hampir terjadi setiap hari tanpa henti. Bahkan para pelaku seolah berani melakukan kejahatan pada siang bolong tanpa khawatir sama sekali,” katanya.
Rahmat juga memberikan kritikan terkait praktik pemerasan dalam proses penegakan hukum. Dia mengaku memiliki berbagai laporan dari masyarakat bahwa ketika berhadapan dengan kepolisian (penyidik), masyarakat kerap dimintai sejumlah uang untuk menghilangkan suatu kasus, atau mendorong suatu kasus berjalan (pelicin), atau dengan dalih perdamaian (Restorative Justice).
Baca juga: WA Aktivis Medan Diduga Diretas Jelang Kedatangan Presiden, KontraS Sumut: Ini Bentuk Pembungkaman
“Pemerasan dalam proses penegakan hukum bagian lain yang harus dibenahi oleh kepolisian. Hari Bhayangkara harusnya dijadikan momentum oleh Kepolisian untuk mereformasi diri, melakukan evaluasi secara holistic, menghindari praktik kekerasan dan lebih humanis,” pungkasnya. (ial/hm20)
PREVIOUS ARTICLE
Berapa Lama Sampo Bertahan Setelah Dibuka?