Imam Masjid yang Mengaku sebagai Gay Tewas Ditembak di Afrika Selatan


Imam masjid yang secara terbuka mengaku sebagai gay, Muhsin Hendricks. (f:net/mistar)
Gqeberha, MISTAR.ID
Imam masjid yang secara terbuka mengaku sebagai gay, Muhsin Hendricks, tewas dalam insiden penembakan di Kota Gqeberha, Afrika Selatan, pada Sabtu (15/2/25) waktu setempat.
Menurut laporan kepolisian Cape Timur yang dikutip dari AFP, peristiwa tragis tersebut terjadi ketika mobil yang ditumpangi Hendricks bersama beberapa orang lainnya dihentikan oleh kendaraan tak dikenal.
"Dua orang bersenjata mengenakan topeng keluar dari mobil dan langsung menembaki kendaraan Hendricks beberapa kali," ujar pihak kepolisian dalam keterangannya.
Setelah melakukan aksinya, para pelaku segera melarikan diri. Supir kendaraan yang ditumpangi Hendricks baru menyadari bahwa pria berusia 56 tahun itu telah tewas akibat luka tembak di kursi belakang.
Juru bicara kepolisian Cape Timur juga membenarkan bahwa video yang beredar di media sosial menunjukkan detik-detik penyerangan brutal tersebut. Namun, hingga saat ini, motif penembakan masih belum diketahui dan sedang dalam penyelidikan lebih lanjut.
Insiden ini langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans, dan Interseks (ILGA).
"Keluarga besar ILGA dunia sangat terkejut atas kabar pembunuhan terhadap Muhsin Hendricks dan menyerukan otoritas setempat untuk menyelidiki kejahatan yang kami khawatirkan merupakan bagian dari kejahatan kebencian," ujar Direktur Eksekutif ILGA, Julia Ehrt.
Hendricks selama ini dikenal sebagai sosok kontroversial setelah mendirikan masjid yang menjadi tempat perlindungan bagi komunitas LGBTQ+ Muslim. Ia secara terbuka mengaku sebagai gay sejak 1996 dan aktif dalam berbagai advokasi hak-hak LGBTQ+.
Pada 1998, ia mendirikan Masjid Al-Ghurbaah di Wynberg, dekat Cape Town, yang dikhususkan bagi Muslim queer dan perempuan yang termarjinalisasi. Masjid ini juga menjadi pusat diskusi dan tempat ibadah bagi komunitas yang kerap menghadapi diskriminasi.
Sebelum kematiannya, Hendricks sempat berbagi pengalaman tentang ancaman yang ia terima. Salah satunya terjadi saat ia menjadi narasumber dalam film dokumenter berjudul Radikal pada 2022.
Meski menyadari ancaman terhadap dirinya, Hendricks tetap teguh pada pendiriannya. Ia pernah menyatakan bahwa keinginannya untuk tetap otentik lebih besar daripada ketakutannya akan kematian.
Hingga saat ini, polisi Afrika Selatan masih menyelidiki apakah penembakan terhadap Hendricks bermotif kejahatan kebencian atau ada faktor lain yang melatarbelakanginya. (cnn/hm25)
PREVIOUS ARTICLE
Pemko Medan Masih Bahas Efisiensi Anggaran TA 2025