Skenario Terberat Sri Mulyani Jika Corona Tak Kunjung Hilang


skenario terberat sri mulyani jika corona tak kunjung hilang
Jakarta, MISTAR.ID
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2020 hanya tercatat 2,97%, di mana hampir seluruh sektor pengeluaran pembentuk pertumbuhan mengalami kontraksi. Angka tersebut jauh di bawah ekspektasi Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah.
Jatuhnya perekonomian tak lepas dari aktivitas ekonomi yang tidak berjalan. Aktivitas ekspor impor mandek, daya beli masyarakat yang tergerus, hingga berbagai kebijakan pengendalian virus seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan.
Wabah Covid-19, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pun diperkirakan akan tetap eksis dan hidup berdampingan dengan manusia, seperti virus-virus lainnya.
“Virus ini mungkin tidak akan pernah hilang,” kata Direktur Eksekutif Darurat WHO Mike Ryan, kemarin.
Lantas, bagaimana perekonomian Indonesia menghadapi situasi ini?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama parlemen sempat mengemukakan skenario terberat perekonomian Indonesia, yang akan bergantung dengan seberapa lama pandemi Covid-19 berlangsung.
“Skenario yang sangat berat mungkin terjadi atau minus 0,4%. Ini kalau kuartal III kita tidak bisa recover atau pandemi terus berjalan. Kalau itu dilakukan, kita masuk ke skenario berat,” kata Sri Mulyani kala itu.
Berdasarkan catatan, bendahara negara memang sempat menyampaikan kepada publik terkait dua skenario yang siap dijalankan Indonesia di tengah krisis pandemi Covid-19.
Skenario Berat
Untuk skenario pertama ini, ekonomi diprediksi masih bisa tumbuh positif 2,3%. Jumlah orang miskin akan bertambah 1,16 juta orang, dari perhitungan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2019 yaitu 24,79 juta orang (9,22% dari jumlah penduduk). Kemudian jumlah pengangguran juga akan bertambah 2,92 juta orang, dari perhitungan terakhir BPS per Februari 2020 sebanyak 6,88 juta orang.
Skenario Sangat Berat
Pada skenario ini, ekonomi diprediksi tumbuh negatif 0,4%. Jumlah orang miskin akan bertambah 3,78 juta orang, dari perhitungan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2019 yaitu 24,79 juta orang (9,22% dari jumlah penduduk). Kemudian jumlah pengangguran juga akan bertambah 5,23 juta orang, dari perhitungan terakhir BPS per Februari 2020 sebanyak 6,88 juta orang.
Kalangan ekonom yang berbincang mengungkapkan hal yang sama. Bahkan, apabila tidak ada pelonggaran kebijakan pengetatan, mungkin saja perekonomian Indonesia tumbuh lebih parah ketimbang yang diperkirakan pemerintah.
“Pertumbuhan ekonomi mungkin bisa di bawah kondisi yang sangat beratnya pemerintah. Bisa minus 0,5%,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Dalam kondisi tersebut, Josua menegaskan bahwa serapan belanja pemerintah menjadi satu-satunya komponen yang diharapkan untuk kembali menggerakkan aktivitas perekonomian.
Proyeksi yang disampaikan Josua dengan asumsi pemerintah tidak melonggarkan kebijakan PSBB. Apabila pemerintah memutuskan melonggarkan kebijakan tersebut, angkanya akan jauh lebih baik kendati tetap mengalami perlambatan.
Direktur Riset Core Piter Abdullah pun memiliki pandangan serupa. Dengan asumsi PSBB tetap diberlakukan, bukan mustahil perekonomian Indonesia akan terkontraksi cukup dalam.
“Paling buruk kalau PSBB tetap dipertahankan,” katanya.
Sumber : CNBC
Editor : Mahadi
PREVIOUS ARTICLE
Rupiah MelemahTerkait Suku Bunga Negatif